Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Celoteh Dahlan yang Bikin Repot DPR

Kompas.com - 31/12/2012, 09:35 WIB
Sabrina Asril

Penulis

Pada kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Sumaryoto, BK mencatat setidaknya ada sekitar tiga kali pertemuan di luar forum resmi DPR yang dilakukan Sumaryoto seorang diri dengan direksi Merpati. Direksi Merpati mengaku saat itu dimintai jatah oleh Sumaryoto terkait penyertaan modal negara (PMN) Merpati tahun 2012 senilai Rp 200 miliar. Namun, hal ini dibantah Sumaryoto yang menuding Merpati-lah yang menjadi inisiator pertemuan-pertemuan itu.
Sementara dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan lima anggota Komisi XI pada pertemuan 1 Oktober 2012 dengan direksi Merpati juga terjadi perbedaan pandangan.

Direksi Merpati mengaku bahwa saat itu ada anggota dewan yang sempat menanyakan soal commitment fee. Ketua BK M Prakosa menjelaskan bahwa ketika itu hanya ada dua anggota dewan yang terlibat aktif berbicara dengan direksi Merpati. Mereka adalah Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi PKS Zulkieflimansyah dan Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Achsanul Qosasi. Kedua politisi ini berdalih bahwa pertemuan saat itu hanya menanyakan soal business plan direksi Merpati yang baru.

Sedangkan dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Idris Laena terhadap direksi PT PAL dan PT Garam, BK menemukan adanya pertemuan lebih dari 20 kali yang dilakuakn Laena dengan direksi PT PAL Indonesia dan satu kali dengan direksi PT Garam. Laena mengakui pertemuan-pertemuan itu namuan ia membantah melakukan pemerasan.

Dengan fakta-fakta ini, BK akhirnya memutuskan bahwa tidak ada satu pun anggota dewan yang melakukan pelanggaran berat. Hal ini karena BK tidak menemukan adanya transaksi yang dilakukan. Hanya ada empat orang anggota DPR yang diputuskan melanggar kode etik. Dua orang dinilai melakukan pelanggaran sedang yakni Sumaryoto dan Idris Laena. Sanksi terhadap keduanya adalah dipindahkan ke komisi lain dan dicopot dari alat kelengkapan. Sementara dua orang lain yakni Zulkieflimansyah dan Achsanul Qosasi yang dianggap melakukan pelanggaran ringan. Keduanya hanya mendapat sanksi teguran dari BK.

Bersih-bersih untuk Dahlan

Dahlan boleh menjadi sosok yang paling banyak disorot pada tahun 2012 ini. Parlemen dibuatnya gaduh. Namun, kegaduhan itu bukanlah sia-sia. Sesekali, anggota dewan juga perlu diberikan kritik. Kritik kali ini apalagi dinilai lebih manjur karena dilakukan oleh pejabat negara. Meski sudah menampar muka para politisi Senayan, setidaknya Dahlan menjadi salah seorang yang membuka rahasia umum yang terjadi selama ini, kongkalikong antara BUMN dengan DPR.

Pengamat politik dari Pol-track Institute, Hanta Yudha AR mengungkapkan bahwa gebrakan Dahlan bisa menjadi evaluasi kinerja dan kredibilitas DPR untuk mendorong pemberesan korupsi politik dengan modus permainan anggaran atau pun dengan praktek meminta jatah. Hanta juga menilai perlunya peningkatan pengawasan yang dilakukan fraksi kepada para anggotanya sehingga peluang melakukan korupsi bisa diperkecil.

Aksi Dahlan seharusnya tidak perlu, jika fraksi sudah bersikap tegas menindak para anggotanya yang dianggap melanggar etika. Persoalan etika harus dijunjung tinggi. Pelanggaran etika bisa ditindak fraksi tanpa harus menunggu proses penegakkan hukum yang cukup memakan waktu. Hasil keputusan BK atas kasus permintaan jatah ini pun harus mendapat respon positif fraksi.   

“Untuk jangka pendek, fraksi atau parpol memang harus menegakkan disiplin untuk meningkatkan integritas kadernya sesuai rekomendasi BK. Untuk jangka panjang, fraksi harus mendorong penataan sitem politik untuk membereskan problem sumber penyebab korupsi politik melalui pembatasan spanding kampanye dan penataan sistem pendanaan partai ,” kata Hanta.

Selain koreksi untuk para anggota DPR, aksi Dahlan ini juga seharusnya ditindaklanjuti di internal BUMN. Dahlan mengaku  bahwa yang terjadi adalah praktek kongkalikong. Praktek itu mengindikasikan bahwa adanay direksi BUMN yang masih “genit” terhadap anggoat DPR. Parlemen pun mendesak Dahlan agar lebih mengutamakan “bersih-bersih” BUMN ketimbang mengurus lembaga lain.

“Korupsi dan permainan anggaran dan penyuapan itu terjadi tidak hanya di legislatif tetapi juga eksekutif. Dahlan juga harus perbaiki internalnya,” kata Hanta.

Hal yang sama juga diungkapkan Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego. Indria mendukung agar Dahlan juga mengusut praktek kongkalikong di BUMN. Menghadapi tahun 2013, Indria memperingatkan agar Dahlan tidak membuat kegaduhan lagi mengingat sudah memasuki tahun politik. Hal ini perlu dilakukan agar program-program kabinet tidak sampai terganggu dengan kegaduhan yang terjadi.

“Presiden harus peringatkan kembali  kepada menteri-menterinya untuk kembali pada fungsi Anda masing-masing. Kalau memang menteri-menteri ini mendapat rapor merah, ganti saja semua karena waktunya sudah tidak ada lagi,” kata Indria.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Dahlan Iskan Versus DPR

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

    Nasional
    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

    Nasional
    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

    Nasional
    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

    Nasional
    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

    Nasional
    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

    Nasional
    Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

    Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

    Nasional
    Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

    Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

    Nasional
    Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

    Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

    Nasional
    Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

    Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

    Nasional
    Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

    Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

    Nasional
    Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

    Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

    Nasional
    Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

    Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

    Nasional
    SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

    SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com