Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakil Rakyat Dominasi Pelaku Skandal Korupsi

Kompas.com - 27/12/2012, 21:07 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat 45 pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan tingkat atau jabatannya. Dari total 45 pelaku tersebut, 16 di antaranya merupakan anggota DPR dan DPRD. Hal ini merupakan salah satu poin dalam laporan akhir tahun KPK yang disampaikan pada jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/12/2012).

"Jadi sebenarnya siapa yang jadi aktor korupsi? Banyak aktor, elit politik, birokrasi, bisnis, dan calo-calo," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas.

Hadir dalam jumpa pers tersebut, Ketua KPK Abraham Samad, dan tiga wakil ketua lainnya, yakni Bambang Widjojanto, Zulkarnain, dan Andan Panduparaja.

Berdasarkan catatan, sejumlah kasus yang melibatkan anggota dewan, di antaranya, kasus dugaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dengan terdakwa anggota DPR asal fraksi Partai Amanat Nasional Wa Ode Nurhayati, dan kasus dugaan suap kepengurusan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional dengan terdakwa Angelina Sondakh.

Ada pula kasus wisma atlet SEA Games yang melibatkan anggota DPR sekaligus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, serta kasus dugaan suap PON Riau yang menjerat lebih dari sepuluh anggota DPRD Riau.

"Kasus wisma atlet sementara melibatkan dua tersangka, cek perjalanan melibatkan anggota DPR, satu orang swasta, pebisnis swasta, satu pejabat BI. Selanjutnya kasus Wa Ode Nurhayati, satu orang DPR, Kemennakertans, tiga DPR, Riau 13 anggota DPRD. Suap Buol melibatkan tiga orang, Angie sementara satu orang, hakim semarang tiga orang," papar Busyro.

Selain anggota Dewan, mereka yang banyak dijerat KPK adalah pihak swasta. Menurut data KPK, ada 15 pelaku kasus tindak pidana korupsi yang berasal dari pihak swasta. Menyusul kemudian, pelaku yang merupakan pegawai negeri sipil, baik itu eselon I, II, dan III, sebanyak tujuh orang. Kemudian walikota, bupati, atau gubernur sebanyak tiga orang, serta hakim dua orang dan pelaku dari latar belakang lainnya, seperti anggota Kepolisian, sebanyak dua orang.

Busyro juga berpendapat, para elit politik di DPR cenderung mengeruk keuangan negara. Partai-partai politik menggantungkan hidupnya kepada negara dengan menjadikan kas negara layaknya mesin ATM yang dapat diambil kapan saja.

Mereka, menurut Busyro, menjadikan kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai sasarannya. "Semua parpol mesti berkeinginan untuk bisa berjaya di 2014, ujung-ujungnya adalah parpol tertentu, atau gabungan parpol yang di belakangnya tidak akan luput dari kekuatan-kekuatan bisnis yang busuk," ujar Busyro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com