Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Terima Laporan Dugaan Suap Hakim PK Misbakhun

Kompas.com - 06/12/2012, 10:05 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial menerima laporan dugaan praktik suap yang dilakukan dua hakim agung dalam proses hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan Misbakhun, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Misbakhun didakwa dalam kasus pemalsuan pencairan letter of credit senilai 22,5 juta dollar AS atau sekitar Rp 200 miliar di Bank Century.

Dua hakim agung itu adalah ZU dan MK yang sempat menjadi hakim anggota PK Misbakhun. "Laporan sudah kami terima dan sudah kami registrasi. Laporan itu masuk kepada kami tanggal 20 November lalu dan sudah didisposisikan bahwa ini akan dibawa ke panel terlebih dulu," ujar Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman, Kamis (6/12/2012), di Gedung Kompleks Parlemen Senayan.

Eman mengatakan bahwa laporan itu didapat KY dari Sofyan Arsyad. Sofyan Arsyad merupakan salah seorang saksi yang mengetahui proses penyerahan suap uang senilai Rp 1,5 miliar untuk hakim agung ZU dan hakim agung MK senilai Rp 2 miliar. Penyerahan uang suap dilakukan oleh LH, pengacara yang disebut-sebut sebagai perantara suap.

Uang suap untuk ZU yang merupakan hakim anggota perkara Misbakhun diserahkan pada 28 Juni 2012 di kantor Mahkamah Agung. Sementara uang suap untuk MK diserahkan di rumahnya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada 2 Juli lalu, tiga hari sebelum putusan peninjauan kembali.

"Kami akan segera menjadikan ini prioritas, dalam arti ini menyangkut hakim agung," ujarnya lagi.

Jika memang terbukti terjadi praktik suap, Eman mengatakan keputusan pengabulan PK terhadap Misbakhun tidak bisa diubah. Pasalnya, keputusan hakim merupakan keputusan yang tetap dan dianggap sebagai sebuah kebenaran. "Tentu tidak karena keputusan itu tetap harus kita hormati sebab putusan hakim yang dijatuhkan harus dianggap benar dan harus dihormati. Hanya perilaku di balik keputusan itulah kewenangan KY," kata Eman lagi.

Seperti diberitakan, pada putusan tingkat pertama November 2010, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus Misbakhun bersalah dan menghukumnya dengan penjara selama satu tahun. Putusan banding Pengadilan Tinggi DKI memperberat hukuman menjadi dua tahun penjara. Di tingkat kasasi, Misbakhun juga dinyatakan bersalah.

Mahkamah Agung lalu mengabulkan seluruhnya permohonan peninjauan kembali yang diajukan Misbakhun. Putusan PK menyebutkan Misbakhun bebas dari segala dakwaan. Selain itu, majelis hakim juga memutuskan agar harkat dan martabat Misbakhun dipulihkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com