Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amran Beralasan Sedang Cuti Saat Menerima Uang

Kompas.com - 25/10/2012, 17:48 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, dalam nota keberatannya (eksepsi) mengaku tidak melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Amran, dirinya tidak bisa dikatakan korupsi dengan menerima uang senilai Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) karena penerimaan uang itu terjadi saat dia tidak menjabat Bupati Buol, Sulawesi Tengah.

Saat penyerahan uang, yakni pada 18 dan 26 Juni 2012, Amran mengaku sedang cuti dari jabatannya karena tengah mengikuti kampanye calon Bupati Buol periode berikutnya. Dengan demikian, Amran menilai ,dirinya tidak bisa disebut sebagai penyelenggara negara saat itu.

"Perlu diketahui dan dipahami bahwa terdakwa pada saat menerima bantuan dana Rp 3 miliar itu sedang dalam keadaan cuti, di luar tanggungan negara, dan tidak menjabat sebagai bupati. Hal itu sesuai dengan diktum Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah," kata pengacara Amran, Amat Entedaim saat membacakan nota eksepsi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/10/2012).

Menurutnya, diktum Keputusan Gubernur Sulteng tersebut jelas menyebutkan kalau Amran sedang dalam masa cuti kampanye yang dimulai pada 17 Juni hingga 30 Juni 2012. Selama masa cuti tersebut, menurut Amat, tugas harian Bupati Buol dilaksanakan oleh inspektorat Kabupaten Buol sebagai pelaksana tugas (Plt) sampai dengan masa cuti kampanye berakhir.

Pihak Amran juga beralasan, uang senilai total Rp 3 miliar yang diterimanya itu bukanlah uang suap melainkan dana bantuan pemilihan kepala daerah (Pemilkada) Buol 2012. Pemberian tersebut, menurut pihak Amran, tidak ada kaitannya dengan kepengurusan surat-surat pengajuan izin usaha perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 4.500 hektare dan 75.000 hektar atas nama PT HIP.

Oleh karena itulah, menurut Amat, kliennya lebih tepat jika dikatakan melakukan pelanggaran pidana dalam Pemilkada Kabupaten Buol 2012. Sementara menurut jaksa KPK, Amran selaku Bupati Buol sekitar Juni bulan lalu menerima pemberian atau janji senilai total Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar yang diketahui Amran berkaitan dengan jabatannya. Jaksa mengatakan, uang senilai total Rp 3 miliar itu diterima Amran dari Presiden Direktur PT HIP, Siti Hartati Murdaya beserta sejumlah petinggi PT HIP lainnya, yakni Gondo Sudjono, Yani Anshori, Totok Lestiyo, dan Arim pada 18 Juni dan 26 Juni 2011.

Saat ini, Hartati sudah ditetapkan sebagai tersangka sedangkan Yani dan Gondo dituntut dua tahun enam bulan penjara. Jaksa pun mendakwa Amran dengan pasal yang disusun secara alternatif yakni Pasal 12 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

    Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

    Nasional
    Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

    Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

    Nasional
    Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

    Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

    Nasional
    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Nasional
    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Nasional
    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    Nasional
    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Nasional
    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Nasional
    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Nasional
    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    Nasional
    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    Nasional
    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Nasional
    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Nasional
    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com