Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PAN: Hakim Tidak Layak Menjerat Wa Ode

Kompas.com - 18/10/2012, 11:15 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Amanat Nasional (PAN) menilai majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak layak menjerat Wa Ode Nurhayati, terdakwa kasus dugaan penerimaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), dengan hukuman. Pasalnya, di dalam fakta persidangan, disebutkan bahwa Wa Ode tidak pernah menerima suap dan bahkan meminta uang itu dikembalikan.

"Dari persidangan Wa Ode, terbongkar fakta-fakta kasus ini tidak layak menjeranya. Sangkaan suap sebagai dasar tindak pidana pencucian uang juga sangat lemah karena Wa Ode tidak pernah menerima langsung dari penyuap dan bahkan dia meminta untuk dikembalikan," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PAN Teguh Juwarno, Kamis (18/10/2012), di Jakarta.

Dengan fakta-fakta itu, lanjut Teguh, majelis hakim seharusnya bisa obyektif dan menggunakan hati nurani untuk tidak menghukum Wa Ode.

"Apalagi Wa Ode lebih tepat sebagai whistle blower," ujarnya.

Kendati demikian, Teguh menyatakan partainya akan menghormati vonis hakim nantinya. Namun, Teguh melihat publik akan menilai apakah hakim sudah bersikap adil atau tidak.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dijadwalkan membacakan putusan perkara kasus dugaan penerimaan suap pengalokasian DPID dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati. Pembacaan putusan tersebut berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/10/2012).

Di dalam persidangan sebelumnya, Wa Ode dituntut hukuman 14 tahun penjara untuk dua perbuatan pidana. Pertama, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap terkait DPID senilai Rp 6,25 miliar. Kedua, dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.

Selain hukuman penjara, Wa Ode dituntut membayar denda Rp 500 juta untuk masing-masing tindak pidana. Nilai denda Rp 500 juta tersebut dapat diganti dengan kurungan tiga bulan.   

Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Wa Ode terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Untuk itu, jaksa menuntut hakim memvonis Wa Ode bersalah dan menghukumnya empat tahun penjara. Terkait pencucian uang, Wa Ode dianggap terbukti melanggar Pasal 3 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai dengan dakwaan kedua primer sehingga jaksa meminta hakim menghukum Wa Ode 10 tahun penjara.

Sementara itu, terkait tindak pidana korupsinya, Wa Ode dianggap terbukti menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. Pemberian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panita Kerja Transfer Daerah Badan Anggaran DPR dalam mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa sebagai penerima anggaran DPID. Pemberian uang ini diketahui Wa Ode berkaitan dengan posisinya sebagai anggota DPR sekaligus anggota Banggar DPR.

Adapun uang Rp 6,25 miliar dari Fahd merupakan bagian dari Rp 50,5 miliar yang disimpan dalam rekening pribadi Wa Ode di Bank Mandiri. Dalam kurun waktu Oktober 2010 sampai September 2011, Wa Ode melakukan beberapa kali transaksi uang masuk ke rekening Bank Mandiri KCP DPR yang seluruhnya berjumlah Rp 50,5 miliar.

Uang tersebut, menurut jaksa, kemudian disembunyikan asal-usulnya dengan ditransfer, dialihkan, dibelanjakan, dan digunakan sebagai pembayaran keperluan pribadi.

Atas tuntutan tersebut, Wa Ode mengajukan pleidoi atau nota pembelaan yang isinya membantah semua tuntutan jaksa. Menurutnya, jaksa menyusun tuntutan tidak berdasarkan fakta persidangan.

Berita terkait lainnya dapat diikuti di Topik: VONIS WA ODE.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

    Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

    Nasional
    Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

    Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

    Nasional
    Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

    Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

    Nasional
    PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

    PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

    Nasional
    Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

    Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

    Nasional
    KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

    KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

    Nasional
    Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

    Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

    Nasional
    Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

    Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

    Nasional
    Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

    Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

    Nasional
    Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

    Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

    Nasional
    Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

    Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

    Nasional
    Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

    Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

    Nasional
    Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

    Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

    Nasional
    Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

    Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

    Nasional
    Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

    Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com