Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Novel, Polisi Terpecah

Kompas.com - 11/10/2012, 09:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian terpecah dalam menyikapi pidato Presiden mengenai penanganan kasus Komisaris Novel Baswedan. Kepolisian Daerah Bengkulu memutuskan menunda sementara penanganan kasus itu, tetapi Kepolisian Negara RI menyatakan masih mengevaluasi kasus tersebut.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya pada Senin malam antara lain mengatakan, keinginan Polri untuk melakukan proses hukum Novel tidak tepat, baik dari segi waktu maupun cara penanganannya.

Mempertimbangkan pidato tersebut, Kepala Polda Bengkulu Brigjen (Pol) Albertus Julius Benny Mokalu mengatakan, penanganan kasus keterlibatan Novel dalam penembakan tersangka pencuri sarang burung walet tahun 2004 di Bengkulu, dengan tersangka Novel, ditunda untuk sementara. (Baca: Polda Bengkulu Tunda Penyidikan Kasus Novel)

”Kami ikuti arahan Presiden selaku pemimpin tertinggi. Pernyataan Presiden adalah perintah,” ujarnya di Bengkulu, Rabu.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, kata Benny, memang tidak dikenal istilah penundaan kasus. Namun, selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden memiliki hak prerogatif.

Akan tetapi, berbeda dengan Benny, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, Polri masih mengevaluasi proses penyidikan Novel, apakah akan diteruskan atau dihentikan sementara.

”Ini akan dievaluasi karena timing-nya tidak tepat. Namun, aspek yuridisnya kami serahkan kepada penyidik yang menangani kasus tersebut. Kami tidak akan pernah intervensi,” kata Sutarman di Jakarta.

Ditegur

Sutarman mengatakan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo telah menegur Kepala Polda Bengkulu terkait penanganan kasus Novel yang dinilai tidak tepat waktu dan caranya. (Baca: Kapolri Tegur Kapolda Bengkulu)

Namun, Benny membantah dirinya ditegur Kapolri terkait kasus Novel. Polda Bengkulu secara institusi pun tidak mendapatkan teguran. ”Saya tidak pernah ditegur Kapolri,” ujarnya singkat.

Benny tidak banyak berkomentar terkait perkembangan kasus Novel. Dia hanya mengatakan, Polda Bengkulu kini mengikuti arahan Presiden yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus Novel tidak tepat waktu dan caranya.

Meskipun begitu, kemarin, tim Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu mendatangi tempat penembakan delapan tahun silam di kawasan Pantai Panjang. Tim mengajak korban yang disebut-sebut melaporkan Novel, yaitu Iwan Siregar dan Dedi Nuryadi.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Ajun Komisaris Besar Thein Tabero atau anggota kepolisian lainnya yang ada di lokasi tersebut tidak bersedia memberikan keterangan tentang apa yang dilakukan tim.

Di lokasi tersebut, dua anggota Brigade Mobil memindai tanah dengan pendeteksi logam. Di beberapa tempat, anggota polisi yang lain menandai tanah yang sudah dipindai kemudian menggalinya.

Menurut Benny, hal itu dilakukan untuk menjaga keaslian tempat kejadian perkara (TKP). ”TKP harus dijaga,” katanya.

Tim independen

Sutarman mengatakan, pengungkapan kasus yang sudah lama terjadi, seperti kasus Novel, sebenarnya cukup banyak. Hal ini disebabkan polisi tidak bisa menyelesaikan semua kasus yang dilaporkan masyarakat. ”Kasus yang dilaporkan masyarakat yang bisa diselesaikan Polri sekitar 50 persen sekian rata-rata per tahunnya,” katanya.

Terkait desakan membentuk tim independen untuk menangani kasus Novel, Sutarman mengatakan, kepolisian tidak melarang atau menyuruh jika ada yang mau membentuk tim independen untuk kasus Novel. Namun, dia mengingatkan, jika ada masalah kriminal dibentuk tim independen, ada kemungkinan kasus kriminal lain minta tim independen. ”Kami akan ungkap kasus itu secara transparan. Jika ada pelanggaran hukum, urusan hukum harus ditegakkan,” katanya.

Sutarman juga menegaskan, secara yuridis, tidak ada yang salah atas langkah Polri mengusut kasus Novel. Namun, dari aspek waktu, hal itu tidak tepat dan kurang pas secara etika sehingga Polri akan menjadikan masalah itu sebagai bahan evaluasi dan perbaikan.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum, Albert Hasibuan, mengusulkan, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebaiknya diminta melakukan penyelidikan independen atas kasus Novel. Hasil penyelidikan tersebut penting untuk mengungkap apakah memang Novel terindikasi melakukan tindak pidana penganiayaan atau ada upaya kriminalisasi atas diri Novel.

”Hasil penyelidikan oleh kedua institusi ini saya kira akan obyektif,” katanya.

Anggota Kompolnas, Edi Hasibuan, mengatakan, Kompolnas akan melakukan investigasi mulai dari Bengkulu hingga rencana penangkapan novel di KPK. ”Harapannya, kami bisa mendapatkan data dan fakta yang akurat sehingga bisa diketahui ada tidaknya pelanggaran prosedur yang dilakukan Polri,” kata Edi.(ADH/BAY/WHY/FAJ/NWO/ATO)

Berita-berita terkait dapat diikuti dalam topik "Polisi vs KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com