Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Berharap Miranda Dihukum Sesuai Tuntutan Jaksa

Kompas.com - 27/09/2012, 09:39 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutus Miranda S Goeltom bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan tuntutan tim jaksa penuntut umum. Tim jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan sebelumnya menuntut Miranda dihukum empat tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta.

"Kami yakin hakim Tipikor akan adil dalam memutus perkara ini dan mendengar hati nurani masyarakat," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, melalui pesan singkat, Kamis (27/9/2012).

Miranda dijadwalkan mendengarkan vonis pada persidangan hari ini. Dalam tuntutannya, jaksa KPK menilai Miranda terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan menyuap anggota DPR 1999-2004 untuk memuluskan langkahnya menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004.

Fakta persidangan selama ini, menurut jaksa, menunjukkan adanya rangkaian fakta hukum yang membuktikan perbuatan Miranda memberikan sesuatu, yakni cek perjalanan kepada anggota DPR 1999-2004 melalui Nunun Nurbaeti. Meski Miranda tidak mengakui bahwa dirinya pernah meminta Nunun memperkenalkannya kepada anggota DPR dan tidak pernah memerintahkan memberikan cek perjalanan, jaksa meyakini semua rangkaian peristiwa pemberian cek perjalanan itu tidak terjadi secara kebetulan.

Adapun, Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pemberi suap dalam kasus ini.

Atas tuntutan jaksa tersebut, Miranda mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Dalam nota pembelaan pribadinya Miranda berupaya menguliti tuntutan jaksa yang dianggapnya hanya berdasarkan asumsi semata. Miranda menyebut jaksa telah mengkorupsi fakta persidangan dan surat tuntutannya merupakan kegagalan hukum. Miranda pun meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mengadili perkaranya agar membebaskan dirinya dari tuntutan hukum.

Menurut Miranda, pertemuan antara dirinya dengan sejumlah anggota DPR 1999-2004 di kediaman Nunun seperti yang didakwakan jaksa tidaklah benar. Pertemuan itu, menurutnya, tidak pernah ada. Apalagi, jika seusai pertemuan itu dikatakan ada yang berucap "Ini bukan proyek thank you ya" yang artinya tidak gratis. Kesimpulan hanya didasarkan pada keterangan Nunun seorang.

Sementara Paskah, Hamka, dan Endin mengatakan bahwa pertemuan itu tidak pernah ada.

"Saksi mengatakan tidak tahu rumah Nunun, tidak pernah di Cipete," kata Miranda dalam persidangan sebelumnya.

Asal-usul cek perjalanan

Persidangan Miranda yang berlangsung kurang lebih dua bulan itu tidak banyak mengungkap soal asal usul cek perjalanan. Dalam persidangan Nunun, terungkap bahwa cek perjalanan yang menjadi alat suap diterbitkan oleh Bank Internasional Indonesia (BII) atas permintaan Bank Artha Graha. Cek tersebut dipesan oleh nasabah Bank Artha Graha, PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI). Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki revolving loan di Bank Artha Graha.

Mantan Direktur Keuangan PT FMPI Budi Santoso di persidangan Nunun mengungkapkan, cek perjalanan tersebut semula digunakan sebagai uang muka untuk pembayaran lahan kelapa sawit kepada Ferry Yen sebesar Rp 24 miliar. Ferry merupakan sosok yang disebut-sebut bekerja sama dengan Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban dalam pengembangan lahan kelapa sawit. Pada 2008, Ferry diketahui meninggal dunia.

Kesaksian Tedy Uban yang dibacakan tim jaksa KPK dalam persidangan Miranda beberapa waktu lalu belum mengungkapkan bagaimana cek perjalanan itu bisa berpindah dari Fery Yen ke Nunun kemudian ke anggota DPR. Tedy yang diperiksa di Singapura karena sakit itu mengaku tidak tahu keterkaitan Miranda dengan cek tersebut.

Saat ditanya apakah KPK akan menjadikan vonis Miranda ini sebagai dasar mengusut pemodal pembelian cek perjalanan ini, Johan mengatakan hal itu tergantung vonis hakim nantinya.

"Tergantung hasil vonisnya nanti seperti apa," kata Johan.

Berita terkait persidangan dan vonis Miranda dapat diikuti dalam topik "Vonis Miranda Goeltom"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com