Aliansi itu terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Elsam, Human Rights Working Group, Asian Muslim Action Network Indonesia, Kontras, Komisi Nasional Perempuan, Satuan Tugas Perlindungan Anak, Setara Institute, LBH Jakarta, dan YLBH Universalia.
Di Mabes Polri, Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia meminta Polri menindak tegas kelompok orang yang melakukan kekerasan di Sampang. ”Kami datang untuk minta polisi menangkap pelaku kriminalitas,” kata Sekretaris Jenderal DPP Ahlulbait Ahmad Hidayat.
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj,
Said Aqil Siradj menegaskan, PBNU mengecam aksi kekerasan atas nama apa pun. Kekerasan bahkan sampai membunuh merupakan tindakan tidak beradab.
Din Syamsuddin pun menilai, kekerasan di Sampang merupakan kasus multidimensi yang dipicu banyak faktor. Negara tidak hadir untuk mengantisipasi dan mencarikan jalan keluar secara tuntas. Kelemahan negara mendorong terjadi lagi kekerasan.
Nur Kholis mengingatkan, pada kasus pertama 29 Desember 2011, Komnas HAM meminta semua pihak memperkuat dialog dan toleransi sekaligus memperhatikan potensi konflik Sunni- Syiah. Namun, sebagian besar rekomendasi itu belum dilaksanakan dengan optimal sehingga kekerasan meletup lagi.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid mengatakan, intelijen harus lebih teliti dan peka terhadap potensi letupan sosial.
Presiden Yudhoyono menilai, kasus di Sampang bisa terjadi karena intelijen lokal, meliputi intelijen kepolisian dan teritorial TNI, belum bekerja optimal. ”Kalau intelijen bekerja benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi, dideteksi keganjilan yang ada di wilayah itu,” tuturnya.
Diungkapkan, konflik di Sampang pernah terjadi sehingga