Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukum Berat Pelaku Kekerasan

Kompas.com - 28/08/2012, 05:55 WIB

Jakarta, Kompas - Aparat penegak hukum harus menegakkan hukum secara tegas dan adil dalam kasus kekerasan yang terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur. Pelaku perlu dihukum berat. Dengan cara ini, kekerasan tak mudah meletup lagi.

”Saya meminta jajaran penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, termasuk Mahkamah Agung, untuk benar-benar menegakkan hukum secara tegas dan adil. Kalau tidak tegas dan adil, itu memancing hal serupa di masa depan,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (27/8), dalam jumpa pers di Kantor Presiden, seusai rapat kabinet terbatas yang membahas kasus Sampang.

Kemarin sore Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letnan Jenderal Marciano Norman, dan Menteri Agama Suryadharma Ali mengunjungi lokasi kejadian.

Minggu pagi, warga kelompok Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang, diserang massa. Dua warga tewas, 6 orang terluka, dan 205 orang mengungsi serta 37 rumah dibakar. Pembakaran di lokasi yang sama juga terjadi pada 29 Desember 2011.

Jika hukum ditegakkan dengan tegas dan adil, kata Presiden, seseorang yang melakukan kesalahan tentunya akan dihukum berat. Tidak mudah pula bagi pihak tertentu melanggar hukum.

Kasus kekerasan di Sampang sangat disesalkan. Negara seharusnya melindungi segenap bangsa Indonesia, baik komunitas kecil maupun besar, bukan malah melakukan pembiaran.

”Salah satu tujuan bernegara tertera dalam pembukaan UUD 1945, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Semua warga negara wajib dilindungi negara. Jika kekerasan terus terjadi, Indonesia menuju negara gagal,” kata Guru Besar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga Ramlan Surbakti di Surabaya.

Ketua DPR Marzuki Alie juga mengatakan, penegak hukum harus bertindak tegas dan cepat memproses hukum orang- orang yang terlibat. Pemimpin agama juga harus lebih intensif memberikan pemahaman kepada pengikutnya bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan.

Menurut intelektual muda Nahdlatul Ulama yang juga Direktur Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi, penegakan hukum harus diutamakan, terlebih pelaku kekerasan terhadap komunitas Islam Syiah di lokasi yang sama Desember 2011 hanya divonis 3 bulan penjara. Ini tidak memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan. ”Apa pun alirannya, penganut Syiah adalah warga negara Indonesia yang harus dilindungi oleh negara,” ujarnya.

Aksi kekerasan di Sampang menunjukkan negara gagal melindungi warga. Kekerasan bernuansa agama itu mengancam Pancasila dan Negara Kesatuan RI yang menjunjung tinggi keanekaragaman dan kebinekaan. Hal itu mengemuka dalam jumpa pers Aliansi Solidaritas Kasus Sampang di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Senin.

Aliansi itu terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Elsam, Human Rights Working Group, Asian Muslim Action Network Indonesia, Kontras, Komisi Nasional Perempuan, Satuan Tugas Perlindungan Anak, Setara Institute, LBH Jakarta, dan YLBH Universalia.

Di Mabes Polri, Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia meminta Polri menindak tegas kelompok orang yang melakukan kekerasan di Sampang. ”Kami datang untuk minta polisi menangkap pelaku kriminalitas,” kata Sekretaris Jenderal DPP Ahlulbait Ahmad Hidayat.

Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nur Kholis menyerukan agar pemerintah segera memulihkan keamanan dan memberikan jaminan perlindungan kepada kelompok Syiah.

Said Aqil Siradj menegaskan, PBNU mengecam aksi kekerasan atas nama apa pun. Kekerasan bahkan sampai membunuh merupakan tindakan tidak beradab.

Din Syamsuddin pun menilai, kekerasan di Sampang merupakan kasus multidimensi yang dipicu banyak faktor. Negara tidak hadir untuk mengantisipasi dan mencarikan jalan keluar secara tuntas. Kelemahan negara mendorong terjadi lagi kekerasan.

Nur Kholis mengingatkan, pada kasus pertama 29 Desember 2011, Komnas HAM meminta semua pihak memperkuat dialog dan toleransi sekaligus memperhatikan potensi konflik Sunni- Syiah. Namun, sebagian besar rekomendasi itu belum dilaksanakan dengan optimal sehingga kekerasan meletup lagi.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid mengatakan, intelijen harus lebih teliti dan peka terhadap potensi letupan sosial.

Intelijen

Presiden Yudhoyono menilai, kasus di Sampang bisa terjadi karena intelijen lokal, meliputi intelijen kepolisian dan teritorial TNI, belum bekerja optimal. ”Kalau intelijen bekerja benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi, dideteksi keganjilan yang ada di wilayah itu,” tuturnya.

Diungkapkan, konflik di Sampang pernah terjadi sehingga jajaran pemerintah daerah pun seharusnya dapat melakukan antisipasi dengan lebih baik dan respons yang dilakukan bersifat tidak mendadak serta terlambat.

Presiden mengakui, persoalan yang melatarbelakangi konflik Sampang cukup kompleks. ”Di satu sisi berkaitan dengan keyakinan, tetapi di sisi lain merupakan konflik internal keluarga yang akhirnya bertautan. Karena masing-masing punya pengikut, terjadilah insiden atau aksi kekerasan yang kita sesalkan itu,” ujar Yudhoyono.

Mengenai kinerja intelijen yang harus diperbaiki, Kepala BIN Marciano Norman mengakui, ”Kami harus melakukan evaluasi. Intelijen yang baik seharusnya mempunyai kemampuan mendeteksi secara dini hal-hal yang akan timbul. Memang kami harus memperbaikinya.”

Menurut Timur Pradopo, saat ini sudah ditangkap tujuh tersangka, termasuk penggeraknya yang berinisial R. ”Masih ada target tiga orang lagi,” katanya.

Pemerintah mengakui, selama ini kurang intensif mendorong upaya dialog antarkelompok di Sampang sehingga kekerasan terulang. ”Peristiwa kedua kalinya ini merupakan peringatan keras bagi kita semua untuk lebih meningkatkan dialog,” kata Suryadharma Ali di lokasi kejadian.

Untuk menyelesaikan kasus itu, ujar Gubernur Jawa Timur Soekarwo, diperlukan pendekatan persuasif, penegakan peraturan, dan pemberian pemahaman agama.

(DEN/SIR/ELD/ETA/OSA/ATO/LOK/IAM/FER/NWO/ind)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com