8. Rabu (1//8/2012) Sutarman mengaku telah mengirim Surat Pemberitahuan Dilakukan Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung RI. Hari itu, Bareskrim Polri juga telah menetapkan Wakakorlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, Kompol Legimo, Bendahara Korlantas Teddy Rusmawan, dan Sukoco S Bambang. Pada keempatnya Bareskrim juga telah mengeluarkan sprindik dan mengirimkan SPDP ke Kejagung.
9. Kamis (2/8/2012) Sutarman mengaku baru mengetahui bahwa KPK juga telah menetapkan tersangka selain Djoko, yakni Didik Purnomo, Sukoco Bambang, dan Budi Susanto. Sutarman mengaku mengetahui tersangka yang ditetapkan KPK itu dari beberapa media.
10. Jumat (3/82012) Sutarman membaca dibeberapa media bahwa Bareskrim Polri tak lagi berwenang menyidik kasus tersebut. Menurut Sutarman, sebelumnya pernah dilakukan join investigation dalam perkara yang ditangani KPK dan penegak hukum lain tahun 2010.
"Seperti pada kasus penyalahgunaan APBD Kabupaten Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin. Dalam penyidikan kasus tersebu KPK menyidik untuk penyelenggara negara, yakni Syamsul, sedangkan pihak lainnya di luar penyelenggara negara ditangani Kejati Sumatera Utara," tandasnya.
Berdasarkan uraian di atas, dikatakan Sutarman, Bareskrim Polri tetap akan melakukan penyidikan simulator SIM sebelum ada ketentuan beracara yang mengatur hal tersebut atau melalui keputusan pengadilan yang menyatakan penyidik Polri tidak berwenang menangani kasus yang sedang atau bersamaan ditangani KPK.
Diketahui sebelumnya, KPK memang lebih dulu menetapkan dan mengumumkan tersangka kasus tersebut. Tak tanggung-tanggung, KPK langsung mengeluarkan nama seorang jendral bintang dua, yakni Inspektur Jendral Polisi, Djoko Susilo. Saat itu, KPK seolah memberi pukulan telak pada Polri yang sudah berumur 65 tahun itu.
Dalam hal ini, pada April 2012 pernah diberitakan, Brigjen Pol Boy Rafli Amar yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Bagian Penerangan Umum Polri membantah Inspektur Djoko Susilo menerima suap Rp 2 miliar dari proyek pengadaan simulator kemudi motor dan mobil senilai Rp 196,87 miliar ketika memimpin Korps Lalu Lintas Polri. Menurut Boy proyek tersebut telah sesuai prosedur.
"Beberapa waktu lalu dilakukan pemeriksaan oleh Irwasum sementara dari sisi mekanisme pengadaan barang dan jasa sudah berjalan dengan aturan yang ada. Kewajiban dari kontraktor pengadaan alat drive simulator polres-polres se-Indonesia, ini sudah terpenuhi," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Boy Rafli Amar, Senin (23/4/2012) di Jakarta.
Kemudian, KPK telah mengumumkan tersangka lainnya pada Kamis (2/8/2012), yakni Didik, Budi, dan Sukoco. Kamis pagi sejumlah pemberitaan di media memberitahun ditetapkannya mereka sebagai tersangka. Kembali Polri merasa didahului KPK. Kamis siang, Polri pun menggelar jumpa pers dengan mengumumkan lima tersangkanya, yakni Didik, Budi, Sukoco, Legimo, dan Teddy. Kedua institusi ini pun memiliki tiga tersangka yang sama.
Pada Jumat siang, Sutarman akhirnya angkat bicara dihadapan publik yang membeberkan kronologi penyelidikan Polri hingga penetapan sebagai tersangka. Sutarman bersikeras tak mau menyerahkan tersangkanya pada KPK. Sebagai institusi berumur 65 tahun, Polri merasa tak punya taring lagi jika harus menyerahkan sepenuhnya pada KPK yang baru berdiri tahun 2003 itu.
"Saya tidak akan pernah memberikan (tersangka) selama saya masih melakukan penyidikan. Kecuali memang ada keputusan peradilan yang menyatakan saya harus menyerahkan atau menghentikan penyidikan,"tegas Sutarman.
Pada Jumat malam pun, Polri langsung menahan para tersangkanya di Bareskrim Polri.
Perkara ini dianggap tak lagi masalah siapa yang lebih dulu meyelidiki atau menyidik, namun kepercayaan masyarakat pada institusi Polri sudah luntur. Polri didesak menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut pada KPK. Polri dianggap tak akan independen menagani kasus yang diduga menyeret para perwira tingginya. Presiden diminta turun tangan. Sikap Polri yang terkesan tak mau mengalah ini pun dianggap dapat membuka kembali pertarungan Cicak lawan Buaya Jilid II. "Masyarakat dapat menilai bahwa pihak kepolisian cenderung egois karena tidak ingin kasus pengadaan SIM tersebut diurus oleh KPK. Pasti jika hal ini terus dibiarkan, maka berpotensi akan menjadi konflik semacam Cicak Vs Buaya karena KPK disakiti oleh kepolisian," ujar pakar kepolisian, Bambang Widodo Umar, Jumat (3/8/2012).