JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Izederik Emir Moeis tidak hanya diduga terlibat dalam proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan, Lampung yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan catatan Kompas.com, politisi PDI-Perjuangan itu kerap disebut namanya dalam sejumlah kasus lain yang ditangani KPK.
Kasus Suap Cek Perjalanan
Nama Emir pertama kali disebut dalam kasus suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) 2004.
Dalam persidangan kasus yang bergulir sejak 2008 itu, terungkap kalau Emir ikut menerima sejumlah cek perjalanan yang dibagi-bagikan ke anggota Komisi IX DPR di tengah pemilihan DGS BI yang akhirnya dimenangkan Miranda S Goeltom. Saat pemilihan berlangsung, Emir menjadi Ketua Komisi IX DPR, komisi yang bertugas menyeleksi calon DGS BI.
Dalam surat dakwaan Nunun Nurbaeti misalnya, Emir disebut menerima cek perjalanan senilai Rp 200 juta. "Dudhie Makmun Murod mendapat bagian 10 lembar TC BII (travel cheque/cek perjalanan Bank Internasional Indonesia) senilai Rp 500 juta, Agus Condro senilai Rp 500 juta, dan Izederick Emir Moeis senilai Rp 200 juta," kata jaksa Andi Suharlis membacakan dakwaan Nunun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (2/3/2012).
Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara karena dinggap terbukti sebagai pemberi suap. Bukan hanya dalam surat dakwaan Nunun, sejumlah anggota DPR 1999-2004 asal fraksi PDI-P baik yang menjadi terdakwa kasus itu maupun yang menjadi saksi dalam persidangan juga menyebut keterlibatan Emir.
Agus Condro misalnya. Mantan terpidana suap cek perjalanan itu mengatakan Emir mengetahui pembagian cek perjalanan di fraksinya. Saat itu, kata Agus, selaku Ketua Komisi IX DPR, Emir tidak melarang rekan sefraksinya menerima cek yang diketahui Emir sebagai pemberian terkait pemenangan Miranda S Goeltom tersebut.
Keterangan senada diungkapkan mantan terpidana kasus suap cek perjalanan, Dudhie Makmun Murod saat bersaksi untuk terdakwa Nunun di Pengadilan Tipikor, 13 Maret 2012 lalu. Menurut Dudhie, cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) yang merupakan jatah anggota Komisi IX DPR 1999-2004 fraksi PDI-Perjuangan tersebut, dibagi-bagikan di ruangan Emir Moeis, di gedung DPR.
Pembagian terjadi di tengah-tengah fit and proper test calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang berlangsung sekitar 8-9 Juni 2004. Saat itu, Emir menjadi Ketua Kelompok Fraksi PDI-Perjuangan sekaligus Ketua Komisi IX DPR.
"Saya bawa (cek perjalanan), saya hubungi Pak Emir, karena dia ketua poksi kami. Saya bawa ke mejanya Pak Emir, Pak Emir buka amplop-nya," kata Dudhie.
Ia juga mengatakan, amplop-amplop berisi cek perjalanan itu tidak habis dibagikan dalam satu hari. Sisanya, kata dia, dipegang Emir. "Terbagi habis, setelah itu Pak Emir yang simpan itu," ucapnya.
Namun Dudhie tidak menjelaskan apakah Emir mengambil amplop tersebut atau tidak. Namun, katanya, ada nama Emir tertera dalam salah satu amplop tersebut. Sementara, Emir membantah menerima cek perjalanan itu dalam sejumlah kesempatan.
Ia mengaku telah mengembalikan cek perjalanan tersebut ke Panda Nababan karena menduga cek itu berkaitan dengan pemenangan Miranda Goeltom, yang merupakan teman satu almamater Emir. Korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) penanggulangan flu burung 2006.
Kasus Alkes