Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Hartati Bayar Survei Pemilukada untuk Amran

Kompas.com - 18/07/2012, 16:52 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) milik Hartati Murdaya Poo diketahui membayarkan sejumlah uang ke lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting milik Saiful Mujani untuk membuat penelitian terkait pemenangan Bupati Buol, Amran Batalipu dalam pemilihan kepala daerah (Pemilkada) di Buol 2012.

Hal itu terungkap dari keterangan Saiful seusai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, sekitar enam jam, Rabu (18/7/2012). Saiful diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan yang melibatkan Amran serta dua petinggi PT HIP.

"Pak Amran minta survei kepada saya, ya sudah diklarifikasi betul apa tidak, ya saya bilang iya," kata Saiful di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Menurut Saiful, uang untuk biaya survei Amran tersebut diantarkan Direktur PT HIP, Totok Lestiyo kepadanya. Saat Totok membayarkan uang tersebut, Saiful mengaku tidak curiga karena sudah lama mengenal Totok.

Adapun Totok termasuk dalam daftar orang yang dicegah KPK terkait penyidikan kasus dugaan suap Buol ini. Totok beberapa kali diperiksa penyidik KPK sebagai saksi.

Survei untuk Amran tersebut, lanjutnya, dilakukan selama dua minggu pada bulan Juni atau sebelum Pemilkada Buol berlangsung. Hasil survei salah satunya untuk memetakan kekuatan masing-masing calon bupati, termasuk popularistas Amran Batalipu.

Namun Saiful enggan menyebutkan berapa uang yang digelontorkan Totok ke lembaga surveinya untuk mengadakan penelitian terkait Pemilkada Buol tersebut.

"Saya tidak tanya uang itu dari mana. Saya pakai prosedur survei biasa, dibayar sesuai harga, dan saya tidak tahu dia mempunyai tujuan apa," tuturnya.

Informasi dari KPK menyebutkan, PT HIP menanggung biaya pencalonan Amran dalam Pemilkada 2012. Bulan Januari, perusahaan milik Hartati Murdaya itu menggelontorkan uang Rp 300 juta ke lembaga survei milik Saiful kemudian Rp 300 juta pada bulan Juni untuk biaya survei dan biaya pendampingan terhadap Amran.

Dalam kasus dugaan suap Buol ini, KPK menetapkan Amran dan dua petinggi PT HIP, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono sebagai tersangka. Yani dan Gondo diduga menyuap Amran dengan uang hingga Rp 3 miliar terkait HGU perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol.

Terkait penyidikan kasus ini, KPK sudah meminta Imigrasi mencegah Hartati Murdaya bepergian ke luar negeri. KPK juga berencana memeriksa Hartati sebagai saksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com