JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki kantor pengacara dinilai tidak melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Yang dilarang undang-undang bukan memiliki kantor, melainkan berpraktik sebagai pengacara.
Hal itu dikatakan politisi Partai Demokrat, Benny K Harman, dan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (8/3/2012).
Benny dan Trimedya dimintai tanggapannya terkait langkah Ketua Kelompok Pekerja Petisi 50 Judil Herry Justam bersama tim advokasi legislator bersih yang melaporkan keduanya dan dua anggota Komisi III lain kepada Badan Kehormatan DPR. Dua anggota Komisi III lain yang ikut dilaporkan yakni Nudirman Munir (Fraksi Partai Golkar) dan Ruhut Sitompul (Fraksi Partai Demokrat). Keempatnya disebut memiliki kantor pengacara.
Kepemilikan kantor pengacara itu dinilai melanggar UU MD3 Pasal 208 ayat 2 yang berbunyi "Anggota Dewan dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota Dewan".
Benny membenarkan dirinya memiliki kantor pengacara "A Hakim G Nusantara, Harman Partner" yang berkantor di Menara Jamsostek, Jakarta Selatan. Kantor pengacara itu, kata dia, sudah berdiri sejak tahun 1999.
"Itu enggak masalah. Itu hak keperdataan saya. Ikut tanda tangan surat kuasa yang enggak boleh. Mungkin mereka enggak mengerti bahasannya," kata Benny.
Trimedya
Sementara Trimedya mengatakan, ia sudah tak lagi memiliki kantor pengacara. Sejak tahun 2004, kata dia, kantor pengacara "Law Office Trimedya Panjaitan Associates" sudah diserahkan ke rekannya.
"Kalaupun masih juga enggak masalah. Tentu kami yang menyusun undang-undang itu jadi kami tahu," kata Trimedya.
Benny dan Trimedya menanggapi santai laporan itu. Menurut mereka, ada pihak yang sengaja ingin menyudutkan. Keduanya mengaku siap mengklarifikasi jika diminta oleh BK.
"Periode lalu (2004-2009) sudah ada laporan seperti ini. Tapi, tentu BK punya ukuran-ukuran pantas atau tidaknya laporan ditindaklanjuti. BK enggak bisa jika laporan sumir ditindaklanjuti," pungkas Trimedya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.