Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 01/03/2012, 04:22 WIB

Alternatif pertama berarti harga premium akan berubah sesuai dengan harga keekonomiannya (atau harga pasar). Kebijakan ini sangat membantu APBN memberikan kepastian anggaran subsidi dan akan diadministrasikan oleh Pertamina, seperti Pertamax. Bedanya untuk Premium masih akan diberlakukan sistem subsidi harga. Kebijakan ini ada kemungkinan bertentangan dengan UU Migas karena Mahkamah Konstitusi telah menghapus pasal yang menyebutkan pola penetapan harga BBM berdasarkan harga pasar. Alternatif ini jika lolos dari sisi hukum akan memberikan kepastian dari sisi APBN. Risikonya adalah apabila harga minyak dunia turun, pendapatan minyak turun, sementara subsidi BBM tetap alhasil APBN bisa tekor.

Alternatif kedua adalah kenaikan harga BBM. Sangat sederhana dan mudah, tetapi besarannya sulit ditentukan karena ketidakpastian harga minyak dunia. Belum lagi apabila dilakukan secara agresif, dampak sosial-ekonominya akan terasa berat.

Opsi mana yang akan dipilih?

Apabila opsi besaran subsidi per liter terganjal UU Migas dan keraguan mengenai proyeksi harga minyak dunia, yang paling aman adalah opsi kedua, yakni menaikkan harga BBM. Besaran yang masuk akal adalah naik Rp 1.000 untuk premium dan solar. Kenaikan harga premium hingga Rp 1.500 per liter untuk premium masih mungkin apabila disertai dengan kompensasi yang tepat.

Sedapat mungkin perubahan APBN dilakukan secara terbatas (atau APBN Perubahan mini) sehingga dapat diselesaikan sebelum 1 April 2012. Kenaikan harga BBM hingga Rp 1.000 rupiah sudah memadai untuk menghemat APBN Rp 25 triliun dengan dampak inflasi yang wajar.

Tahun 2012—dengan kemampuan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan mengelola kondisi makro—gejolak pasar keuangan dapat dikendalikan. Bahkan, kondisi makro kita lagi bagus-bagusnya karena tidak terpengaruh gejolak harga minyak dunia. Selain itu, ekspektasi inflasi masih wajar, kondisi fiskal sehat, pasar modal dan obligasi meningkat, cadangan devisa mencukupi, serta rupiah stabil. Kemiskinan cenderung turun, pendapatan per kapita meningkat, konversi minyak tanah ke elpiji sudah tuntas.

Terhadap penghematan tersebut, melalui APBN Perubahan diinvestasikan untuk pembenahan sektor migas, optimalisasi produksi migas, mempercepat pembangunan infrastruktur bahan bakar gas, dan memberikan insentif pembuatan stasiun pengisian bahan bakar gas dan converter kit. Prioritas kedua adalah melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk nelayan dan transportasi umum.

Kuncinya adalah kecepatan dan ketepatan dalam bertindak agar tidak terjadi ketidakpastian, khususnya menghadapi ulah para pedagang ataupun spekulan di pasar uang dan modal. Para menteri dan pejabat pemerintah juga tidak boleh memberikan keterangan yang belum pasti hingga disampaikannya dokumen APBN Perubahan ke DPR.

Terakhir, untuk kenaikan harga Rp 1.000 hingga Rp 1.500 untuk Premium belum diperlukan BLT. Tahun 2008 BLT diberikan karena masih banyak konsumen minyak tanah pada masyarakat kelas bawah yang terkena dampak. Namun, jika pemerintah tetap dengan keputusan kenaikan harga lebih dari Rp 1.500 per liter untuk semua jenis BBM, perlu persiapan kompensasi yang menyeluruh. Meskipun kita sudah punya pengalaman, program BLT sungguh merupakan kebijakan yang tidak mudah dilaksanakan, menyita banyak waktu, perhatian, dan melelahkan.

Kondisi ekonomi 2012 lebih baik daripada tahun 2005 dan 2008, kenaikan BBM secara berlebihan akan menghambat momentum ekspansi pembangunan. Ini yang perlu dipertimbangkan kembali.

Anggito Abimanyu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com