Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Modus Oknum PNS Pemda Lakukan Korupsi

Kompas.com - 08/02/2012, 17:20 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selain pegawai negeri sipil dari Direktorat Pajak serta Bea dan Cukai yang memiliki transaksi keuangan mencurigakan, pegawai dari kantor pemerintah daerah juga banyak yang memiliki rekening mencurigakan. Namun, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tak menyebutkan secara spesifik wilayah-wilayah yang dimaksud. Rekening gendut PNS dari pemda ini termasuk dalam 630 transaksi keuangan mencurigakan yang ditemukan PPATK hingga Januari 2012 ini.

"Dari catatan kami yang paling banyak itu adalah di pemda. Mereka mendapatkan dana dengan berbagai modus dari aliran dana yang mengalir ke daerah," kata Ketua PPATK, Muhammad Yusuf, di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta, Rabu (8/2/2012).

Yusuf menjelaskan, modus yang paling sering dipakai oleh PNS pemda adalah dengan menggeser sisa dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ke rekening pribadi atau rekening dinas mereka. Padahal, dana yang tersisa seharusnya dikembalikan kepada negara.

"Selain melalui DAK, mereka juga menggunakan modus proyek bangun satu gedung, dananya sebelum ke pihak pemborong, ini dananya digeser dulu ke rekening pribadi. Selisihnya diambil sedikit, atau dana-dana ditindih karena pemimpin proyek, komisarisnya adalah pemda setempat," jelas Yusuf.

Ia mencontohkan kasus di Samarinda ketika ia berkunjung di wilayah itu. Disebutkan ada sebuah bank terkenal cabang daerah yang bahkan khusus untuk menampung dana-dana yang dipakai pegawai pemda untuk menyimpan uang penyelewengan tersebut. Namun, Yusuf enggan menyebutkan nama bank tersebut.

PPATK telah memastikan bahwa penegak hukum segera melakukan audit terhadap bank tersebut. "Disebutkan nama bank tertentu yang menampung. Ini harus segera diaudit. Kalau ketemu, jangan dikasih toleransi, pidanakan saja. Itu sama saja dengan menerima pendapatan uang-uang haram. Ada banknya yang bagus, tapi menjadi sulit karena tidak kooperatif, tidak membantu memberikan informasi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com