JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus suap wisma atlet, Mindo Rosalina Manulang, kembali menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (11/1/2012). Kali ini, anak buah Nazaruddin itu menjadi saksi bagi Neneng Sri Wahyuni, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
Kuasa hukum Rosa, Mohamad Iskandar, mengatakan, selama dua jam pemeriksaan, kliennya dicecar pertanyaan seputar struktur PT Anugerah Nusantara, perusahaan milik Nazaruddin. "Pertanyaan umum, masalah struktur perusahaan PT Anugerah Nusantara. Dia hanya sebagai marketing bukan struktur," kata Iskandar di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Adapun Rosa merupakan Direktur PT Anak Negeri, anak perusahaan dari PT Anugerah Nusantara. Muhammad Nazaruddin beberapa kali menyebutkan bahwa PT Anugerah Nusantara merupakan milik Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Anas dan Nazaruddin sama-sama menjabat pimpinan di perusahaan tersebut. KPK pernah memeriksa Anas terkait kasus ini. Nama PT Anugerah Nusantara masuk dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengadaan PLTS ini. Neneng yang menjadi Direktur Keuangan PT Anugerah ditetapkan sebagai tersangka bersama pejabat Kemnakertrans, Timas Ginting.
Dalam persidangan Timas, anggota staf keuangan PT Anugerah, Yulianis dan Oktarina Furi, mengungkapkan, proyek pengadaan PLTS yang menjadi perkara korupsi ini sebenarnya milik PT Anugerah. Perusahaan itu meminjam bendera PT Alfindo Nuratama milik Arifin Ahmad untuk dapat mengikuti tender.
Atas sepengetahuan Neneng dan Nazaruddin, Rosa diminta Marisi Martondang mengikutsertakan Alfindo dalam tender. Marisi merupakan Direktur Administrasi PT Anugerah yang merangkap Direktur Utama PT Mahkota Negara, anak perusahaan PT Anugerah.
Setelah memenangi tender, PT Alfindo melakukan subkontrak pengerjaan proyek PLTS ini ke PT Sundaya dengan nilai kontrak senilai Rp 5,29 miliar. Sementara pembayaran yang diterima PT Alfindo dari proyek PLTS mencapai lebih dari Rp 8 miliar. Selisih nilai proyek dengan nilai penyubkontrakan ke PT Sundaya senilai Rp 2,7 miliar itu kemudian dianggap sebagai kerugian negara dalam kasus ini.
Dari jumlah uang tersebut, Neneng dan Nazaruddin disebut memperoleh keuntungan senilai Rp 2,2 miliar. Kini, keberadaan Neneng yang menjadi buronan internasional itu masih misterius.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.