Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Betapa Sengsaranya Tidak Punya KTP

Kompas.com - 09/01/2012, 09:01 WIB

Kini, warga Moro-Moro berjumlah 1.300 keluarga atau 5.311 jiwa yang tersebar di lima dusun (Simpang Asahan, Moro Dewe, Moro Dadi, Moro Seneng, dan Suka Makmur).

Dari jumlah itu, lebih kurang 2.000 jiwa di antaranya anak-anak sekolah. Berdasarkan data PPMWS, luas permukiman plus kebun warga Moro-Moro 2.444 hektar.

Ibarat burung dalam sangkar, warga Moro-Moro telah dikerangkeng. Pengalaman Ismail bisa menjadi gambaran betapa sulitnya mendapatkan KTP di daerah baru bagi warga yang pindah dari Moro-Moro. Anak-anak yang lahir di Moro-Moro pun umumnya tidak memiliki akta kelahiran, demikian pula keluarga umumnya tak punya kartu keluarga.

Bahkan, tidak hanya itu. Karena menempati Register 45, warga Moro-Moro tidak memiliki hak politik dalam pemilihan umum. Selama 14 tahun mereka hanya memilih pada Pemilu Presiden 2004.

Sekretaris Jenderal PPMWS Syahrul Sidin mengatakan, bertahun-tahun warga Moro-Moro berjuang untuk mendapatkan KTP. Pemerintah Kabupaten Mesuji dinilai tidak punya itikad baik untuk memperjuangkan hak asasi dan ”kewarganegaraan” penduduknya selama bertahun-tahun. Kesan kuat saling lempar tanggung jawab terlihat nyata.

Penjabat Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung, misalnya, menyatakan, warga yang tinggal di Moro-Moro itu bukanlah warga Kabupaten Mesuji. Mereka pendatang dari sejumlah daerah di Lampung. ”KTP yang bagaimana? Mereka bukan warga Mesuji,” ujarnya.

Sementara Camat Way Serdang Helmi Saad menambahkan, jika hendak memiliki KTP, warga Moro-Moro harus mengikuti prosedur yang ada. Warga harus membawa surat pindah dari daerah asal. Daerah tujuan yang akan ditinggali di Way Serdang pun harus jelas. ”Moro-Moro di Register 45 itu kan bukan desa definitif. Tidak ada desa definitif di situ. Jadi, ya, warga di situ tidak bisa mendapatkan KTP,” kata Helmi.

Namun, dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, Wahyu Sasongko, menunjukkan bahwa warga Moro-Moro korban inkonsistensi kebijakan pemerintah. Di satu sisi mereka diikutkan dalam sensus penduduk 2010 dan Pemilu 2004. Di sisi lain, mereka tak diakui sebagai warga negara. Wahyu berpendapat, solusi pemberian hak pilih bisa dilakukan dengan memberikan KTP sementara. Sementara solusi komprehensif persoalan pendudukan Register 45 harus bisa menuntaskan ketidakadilan akses terhadap sumber daya alam yang dialami masyarakat.

Apa yang terjadi di Moro-Moro sebenarnya adalah konflik agraria yang telah mengabaikan hak asasi manusia sebagai warga negara. Persoalan tidak mendapat KTP ini adalah gambaran betapa semrawutnya kinerja negeri ini.

Sebab, konflik agraria yang serupa dengan yang terjadi di Moro-Moro banyak pula terjadi di tempat lain. Juga di negeri ini....

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com