JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera mengusut temuan baru audit forensik Century yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI. Laporan audit forensik tersebut rencananya akan diberikan BPK kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (23/12/2011).
"Sebab, apa yang menjadi aset temuan audit BPK dulu dengan yang sekarang ini, walaupun belum ada hasilnya, tetapi (hasil) ini adalah bagian dari penguatan itu," ujar Wakil Ketua DPR Pramono Anung kepada wartawan di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (22/12/2011).
Pramono menjelaskan, audit forensik tersebut dilakukan untuk mengetahui lebih detail mengenai kemungkinan adanya pelanggaran dalam kasus Century. Pelanggaran itu, lanjut Pramono, bisa dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan, terutama aliran dana dengan nilai besar yang diduga hasil korupsi.
"Jadi, tentunya saya harapkan KPK lebih bisa mempunyai kemandirian independen dalam persoalan menyangkut kasus Century ini. Karena kalau tidak segera diselesaikan, persoalan politiknya pasti akan berkepanjangan," kata Pramono.
Dia menambahkan, KPK juga harus mempunyai keberanian dalam mengusut kasus yang diduga melibatkan Wakil Presiden Boediono dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tersebut. Bahkan, menurut Pramono, bukan tidak mungkin, KPK bisa menjadikan hasil audit forensik itu sebagai alat bukti untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Kalau KPK masih dengan cara pendekatan yang lalu, saya yakin ini hanya menamabah keruwetan saja. Tetapi, kalau apa yang menjadi temuan itu bisa terbuktikan, harusnya KPK berani mengambil tindakan," katanya.
Ditanya ihwal dirinya yakin KPK mampu mengusut kasus ini, Pramono mengaku tidak terlalu yakin. Pasalnya, dengan sistem demokrasi saat ini, Pramono menilai cukup sulit menyentuh pejabat-pejabat publik yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
"Karena, apapun menyangkut orang-orang yang sedang dalam kekuasaan dan orang-orang yang dalam kekuasaan itu relatif tidak bisa tersentuh. Pengalaman kita membuktikan, baik KPK jilid I dan II, baru orang setelah pensiun, setelah tidak menjabat baru disentuh. Belum ada satupun pejabat publik yang disentuh, kecuali anggota DPR," kata Pramono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.