Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemewahan-kemewahan yang Didapat Koruptor

Kompas.com - 19/12/2011, 08:28 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hukuman bagi terpidana korupsi di Indonesia dianggap belum menciptakan efek jera. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pengaturan Hak Warga Binaan, koruptor masih mendapatkan sejumlah kemewahan. Apa saja kemewahan yang disediakan kepada koruptor itu?

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, merincinya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (18/12/2011) petang. Menurut dia, kemewahan pertama untuk koruptor adalah pemberian remisi. Setelah menjalani sepertiga masa hukumannya, terpidana korupsi bisa mendapatkan remisi yang terdiri dari remisi umum (saat HUT RI) dan remisi tambahan (saat hari besar keagamaan).

"Selama 2010 tercatat, 341 terpidana korupsi mendapat remisi, 11 di antaranya langsung bebas," ungkap Abdullah.

Kemewahan kedua, lanjutnya, diberikan asimilasi setelah menjalani dua per tiga masa hukumannya. "Bagian ini sering menjadi tawar-menawar agar koruptor bisa menghirup udara bebas di luar dengan alasan narapidana sedang menjalani pembauran dengan masyarakat," ucapnya.

"Padahal sampai hari ini kita tidak mengetahui, pembauran seperti apa yang dilakukan, dan bagaimana efeknya terhadap penjeraan publik dalam pemberantasan korupsi," tutur Abdullah.

Lainnya, koruptor masih mendapat cuti menjelang bebas selama maksimal tiga bulan. "Sama dengan asimilasi, setelah menjalani dua per tiga masa hukuman, koruptor boleh cuti," tuturnya.

Selanjutnya, terpidana korupsi diperbolehkan mendapat pembebasan bersyarat. "Setelah mendapat kemewahan di atas, terpidana korupsi ternyata masih bisa mendapatkan PB (pembebasan bersyarat), dengan syarat sama, menjalani dua per tiga masa hukumannya," kata Abdullah.

Kini, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemhuk dan HAM) berupaya memperketat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor itu. Namun, langkah tersebut mendapat ganjalan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejumlah anggota Dewan menginisiasi penggalangan interpelasi untuk mempersoalkan kebijakan Kemhuk dan HAM tersebut. Abdullah menilai, sungguh bertentangan dengan rasa keadilan jika koruptor diberikan remisi dan pembebasan bersyarat di tengah rendahnya rata-rata hukuman koruptor yang diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

"Tahun 2010, rata-rata hanya tiga tahun empat bulan," ujarnya.Dengan demikian, bentuk-bentuk kemewahan yang diterima terpidana korupsi tersebut tidak bisa dibiarkan.

"Fasilitas tersebut dinilai mengurangi keseriusan Indonesia memberantas korupsi dan tidak menimbulkan efek jera," kata Abdullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com