JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, menyatakan, tidak masalah jika Polri dan PT Freeport bekerja sama untuk menjaga keamanan. Hanya saja, kerja sama itu jangan sampai mengorbankan masyarakat di sekitarnya.
Demikian diungkapkan Adriana menanggapi pengakuan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo yang mengakui, anggota kepolisian di wilayah Papua menerima uang saku dari PT Freeport Indonesia untuk mengamankan aset perusahaan tersebut.
"Deal apa pun antara perusahaan dan polisi jangan sampai mengorbankan masyarakat. Itu jelas korbankan masyarakat. Jadi, perusahaan apa pun memang siap menggunakan tangan siapa pun untuk kepentingannya. Tapi, ujungnya yang disalahkan itu pelanggaran HAM, kan bagian keamanan juga," kata Adriana di Jakarta, Sabtu (29/10/2011).
Ia mengatakan, pihak LIPI sendiri pernah mengundang sejumlah investor dan perusahaan agar tidak melakukan pendekatan keamanan dengan kekerasan, tetapi dengan cara persuasif berupa dialog. Namun, lanjut Adriana, hal itu memang tak mudah dilakukan.
"Sepertinya bukan Freeport saja yang bisa melakukan itu. Semua juga begitu. Kami pernah mengundang beberapa investor untuk membahas agar tidak melakukan pendekatan seperti itu lagi. Tapi itulah, kepentingan perusahaan dan peneliti berbeda. Perusahaan kan profit oriented, apa pun akan mereka tempuh dengan cukup bayar dan masalah selesai," jelasnya.
Menurut dia, memang bukan hal mudah menghentikan setoran Freeport kepada pihak kepolisian. Hal itu karena di antara kedua pihak ada rasa saling menguntungkan.
"Kalau polisinya masih perlu (uang), susah juga. Kelihatannya saling memanfaatkan. Yang harus diperhatikan adalah dampak dari itu. Kalau kamu bayar orang, tapi caranya lebih persuasif, enggak apa-apa. Tapi, kalau kekerasan, kan masyarakat jadi korban juga," tuturnya.
Seperti diberitakan, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan, dana yang diterima anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari PT Freeport Indonesia merupakan dana pengamanan Obyek Vital Nasional Perusahaan. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, setiap anggota TNI-Polri mendapatkan dana sebesar Rp 1.250.000 dari perusahaan tersebut.
Informasi perihal jumlah dana tersebut diperoleh berdasarkan surat dari Kepolisian Daerah Papua No B/918/IV/2011 tertanggal 19 April 2011. Surat tersebut merupakan balasan atas surat yang dikirimkan Kontras pada 12 April 2011 perihal permintaan dokumen terkait bantuan pengamanan terhadap PT Freeport Indonesia.
Pada surat itu dirincikan jumlah personel yang mendapatkan dana tersebut mencapai 635 orang. Adapun rinciannya, Polda Papua sebanyak 50 orang, Polres Timika 69 orang, Brimob Den A Jayapura 35 orang, Brimob Den B Timika 141 orang, Brimob Polri 180 orang, dan TNI 160 orang. Dana tersebut berbentuk pengawalan, patroli, dan pengamanan RPU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.