JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin beserta istrinya, Neneng Sri Wahyuni disebut mendapat Rp 2,2 miliar terkait proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang kini menjadi perkara korupsi. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan atas tersangka korupsi kasus itu, pejabat Kemennakertrans, Timas Ginting yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (19/10/2011).
Surat dakwaan itu menyebutkan, Timas selaku pejabat pembuat komitmen baik secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan Muhammad Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, Marisi Martondang (komisaris PT Mahkota Negara), Mindo Rosalina Manulang, dan Arifin Ahmad (Direktur Utama PT Alfindo Nuratama) melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.
"Memperkaya terdakwa Rp 77 juta dan 2.000 dollar AS, atau orang lain yaitu Neneng Sri Wahyuni dan Muhammad Nazaruddin sejumlah Rp 2,2 miliar," ujar jaksa penuntut umum, Dwi Aries.
Timas diduga membantu pemenangan PT Alfindo sebagai pelaksana proyek pengadaan senilai Rp 8,9 miliar itu. PT Alfindo merupakan perusahaan milik Arifin Ahmad yang dipinjam benderanya oleh Marisi Martondang lalu dipergunakan oleh Mindo Rosalina Manulang atas sepengetahuan Nazaruddin dan Neneng. Setelah dinyatakan menang tender pada September 2008, dilakukan penandatanganan kontrak antara Kemennakertrans dengan Alfindo.
"Yang mana penandatanganan perjanjian tersebut tidak dilakukan secara langsung melainkan melalui Marisi Martondang," kata Dwi.
Kemudian, dalam pelaksanaannya, PT Alfindo menyubkontrakan pengerjaan proyek tersebut ke PT Sundaya Indonesia dengan nilai kontrak Rp 5,2 miliar. Nazaruddin, Neneng, Marisi Martondang, dan Mindo Rosalina terlibat dalam penyubkontrakan proyek itu.
"Neneng, Nazaruddin, Marisi, Mindo melakukan beberapa kali pertemuan dengan Rustini dan Arif Lubis dari PT Sundaya Indonesia, membahas pelimpahan pelaksanaan pekerjaan pengadaan," kata jaksa Dwi.
Setelah mendapat pembayaran Rp 8 miliar, Neneng dan Nazaruddin yang berkantor di Anugerah Nusantara itu membayarkan Rp 5,2 miliar kepada PT Sundaya Indonesia sesuai perjanjian keduanya. Selisih pembayaran yang didapat Alfindo dengan nilai yang dibayarkan ke Sundayana itu menjadi keuntungan yang didapat Nazaruddin dan Neneng sekaligus dihitung sebagai kerugian negara dalam kasus ini.
Keuntungan yang diterima Nazar dan Neneng itu kemudian dibagi-bagi ke Timas senilai Rp 97 juta, Direktur PSK pada P2MKT Kemennakertrans Hardy Benry senilai Rp 105 juta, Ketua Panitia Pengadaan Sigit Mustofa sejumlah Rp 20 juta, Arifin Ahmad senilai Rp 40 juta, anggota panitia pengadaan Agus Suwahyono sekitar Rp 30 juta, anggota panitia pengadaan bernama Sunarko senilai Rp 30 juta, dan Direktur PT Nuratindo Bangun Perkasa Karmin Rasman sebesar Rp 2,5 juta. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Neneng sebagai tersangka. Namun kini wanita itu buron dan keberadaannya masih gelap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.