Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Reshuffle"

Kompas.com - 15/10/2011, 01:52 WIB

Alamat maharaja kedua disebut ”kediaman”, tak boleh ”rumah”. Dia mesti disebut dengan ”bapak” yang sering memberikan petunjuk dan hanya satu kali dalam lima tahun dipanggil dengan sebutan ”saudara” ketika diwawancarai oleh ketua/wakil ketua MPR yang selalu setuju dengan pencalonannya.

Bukan cuma maharaja kedua yang berkuasa, melainkan juga para mahapatih, patih, dan penggawa yang setia. Jajaran kepemimpinan ”eselon istimewa” itu bersikap dan bertindak seolah-olah republik ini milik mereka.

Mereka menyedot habis dan menjual kekayaan tambang dan membabat sampai botak hutan rimba kita. Mereka menangkapi hamba-hamba yang tak terbukti bersalah, menculik aktivis dan mahasiswa. Bagaimana dengan maharaja-maharaja selanjutnya? Untung, katanya, kita telah berubah berkat perjuangan reformasi tahun 1998 yang dipelopori mahasiswa.

Ternyata, kinerja maharaja pascareformasi berubah sedikit alias relatif sama saja. Mereka cuma berbeda rupa dan ideologi, selebihnya masih menganggap rakyat hamba bodoh belaka.

Mereka memperbanyak jumlah mahapatih, patih, dan penggawa. Sebagian duduk di kabinet, sebagian di struktur tentara, sebagian lagi di legislatif ataupun yudikatif, dan banyak juga yang rajin mengipasi maharaja.

Pada dasarnya mereka pandai mengumbar janji. Hamba-hamba terpukau dan memilih maharaja dengan harapan hidup akan sejahtera.

Eh, tak tahunya hamba salah duga. Maharaja menderita gejala delusion of grandeur karena merasa berdiri di atas semuanya.

Mereka gemar judul gombal seperti Kabinet Pembangunan, Pelangi, Bersatu, atau Ampera. Tak laku lagi nama singkat Kabinet Sjahrir atau Kabinet Hatta.

Dulu ada kabinet yang 100 jumlah menterinya. Ada wakil perdana menteri, kementerian koordinator, kementerian negara, menteri negara, sampai menteri muda.

Jumlah kementerian penting tak sebanyak yang sia-sia. Ada Departemen Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga yang datang dan hilang, atau Sekretaris Kabinet yang entah apa bedanya dengan Sekretaris Negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com