JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum pernah menjadi pimpinan di PT Anugerah Nusantara, induk perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Hal tersebut terungkap dari pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa, Kamis (22/9/2011).
Saan mengatakan, Anas sudah keluar dari perusahaan tersebut.
"Sudah lama (keluar), lihat saja di aktanya," kata Saan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, ketika mendampingi Anas saat diperiksa.
KPK memeriksa Anas sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Lebih jauh dia mengatakan, kini Anas tidak lagi beraktivitas di PT Anugerah. Kunjungan-kunjungan Anas ke perusahaan milik Nazaruddin itu, kata Saan, hanya sebatas silaturahim dengan pemilik perusahaan.
"Sebagai teman, misalnya Mas Anas datang ke kantor saya di Mid Plaza, ya, pernah. Saya sering ke kantornya Mas Anas ketika di KPU. Sebagai teman, kan, saling mengunjungi, itu sesuatu yang biasa," ujar anggota Komisi III DPR ini.
Sebelumnya, seusai diperiksa, Nazaruddin mengungkapkan bahwa dia ditanya penyidik KPK soal keterlibatan Anas di PT Anugerah. Menurut Nazar, Anas menjadi pimpinan perusahaan tersebut bersamanya.
"Pimpinan PT Anugrah saya bilang Anas Urbaningrum, setelah itu saya, direktur keuangannya adalah Yulianis," kata Nazar.
Bahkan, saat buron, Nazaruddin pernah menunjukkan bukti surat resmi berisi kepemilikan Anas di perusahaan tersebut. Menurut Saan, pihaknya tengah meneliti keaslian surat tersebut.
"Ada dulu semacam dokumen yang diedarkan, jual beli saham, Mas Anas itu tidak pernah terlibat di dalam. Hal-hal itu semua dan itu sudah dikembalikan jauh-jauh hari, jadi tidak ada. Dokumen itu sekarang, kan, sedang kita kaji otentitasnya," tuturnya.
Dalam penyidikan kasus ini, PT Anugerah diketahui merupakan induk perusahaan PT Alfindo Nuratama Perkasa yang menjadi pemenang tender pengadaan PLTS di Kemnakertrans senilai Rp 8,7 miliar. Namun, PT Alfindo menyubkontrakkan proyek tersebut ke PT Sundaya dengan nilai kontrak sebesar Rp 5,2 miliar. Selisih nilai tender dengan nilai kontrak sebesar Rp 3,6 miliar menjadi nilai kerugian negara dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.