JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengajukan permohonan penerbitan red notice (surat permintaan penangkapan internasional) atas nama Neneng Sri Wahyuni, tersangka dugaan korupsi pengadaan dan supervisi pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2008.
"Dalam proses," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/8/2011). Ia ditanya apakah KPK akan mengajukan red notice atas nama Neneng.
Neneng adalah istri Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang. Neneng diketahui menemani Nazaruddin dalam pelariannya yang berakhir di Cartagena, Kolombia. Neneng tidak ikut ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia karena tidak ada tindak pidana yang dilakukannya. Keberadaan Neneng kini misterius.
Busyro memastikan pengajuan red notice akan dikirimkan KPK melalui Polri, yang akan diteruskan ke kepolisian internasional (Interpol). KPK menetapkan Neneng sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan PLTS pada awal Agustus, sekitar 9-10 Agustus.
Belum diketahui persis peran Neneng dalam kasus ini. Namun, Busyro pernah mengatakan, Neneng menerima uang terkait proyek tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, Neneng diduga melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sehingga disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat Sarana dan Prasarana Kemennakertrans Timas Ginting sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Timas diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menyetujui pembayaran pekerjaan supervisi PLTS kepada perusahaan rekanan. PT Alfindo dan PT Mahkota Negara diketahui sebagai rekanan dalam proyek ini.
PT Mahkota Negara adalah perusahaan milik Nazaruddin di bawah induk perusahaan Permai Grup. Adapun bendera PT Alfindo diduga dipinjam oleh Nazaruddin. Kasus dugaan korupsi pada proyek senilai Rp 8,9 itu ditengarai merugikan negara hingga Rp 3,8 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.