Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Bentuk Komite Etik

Kompas.com - 26/07/2011, 17:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi membentuk Komite Etik dalam menindaklanjuti tudingan yang dilancarkan M Nazaruddin, tersangka kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games, terhadap sejumlah pejabat KPK.

Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkapkan, Komite Etik berwenang memeriksa sejumlah nama pejabat KPK yang disebut-sebut Nazaruddin. "Rapim (rapat pimpinan) memutuskan, dalam menyikapi pemberitaan, kami mengambil keputusan untuk membentuk Komite Etik dengan tujuan dan kewenangan memeriksa dan meminta keterangan kepada unsur pimpinan dan unsur lain yang disebut pemberitaan publik," kata Busyro, Selasa (26/7/2011).

Nazaruddin menuding sejumlah pejabat KPK merekayasa kasusnya. Mereka yang dituding adalah Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, Wakil Ketua KPK M Jasin, dan Deputi Penindakan Ade Rahardja. Belakangan, nama Juru Bicara KPK Johan Budi juga turut disebut. Menurut Nazaruddin, Johan turut menemani Ade saat bertemu dengan Nazaruddin pada tahun lalu.

Menurut Busyro, Komite Etik yang bekerja memeriksa para pejabat KPK akan beranggotakan unsur pimpinan KPK, unsur penasihat KPK, dan unsur masyarakat. Unsur pimpinan yang akan tergabung dalam Komite Etik adalah mereka yang namanya tidak disebut-sebut Nazaruddin, yakni Busyro, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, dan Wakil Ketua KPK Haryono Umar.

"Unsur penasihat, keduanya (Abdullah dan Said) masuk. Dan unsur masyarakat, Marjono Rekso Diputro, Guru Besar Emiritus Universitas Indonesia, sudah bersedia. Prof Dr Rosul, mantan pimpinan KPK, juga sudah setuju," papar Busyro.

Komite Etik itu, menurut Busryo, akan dipimpin Abdullah Hehamahua. Selain itu, pimpinan akan menugaskan Deputi Pengawasan Internal KPK untuk memeriksa staf KPK yang disebut-sebut oleh Nazaruddin. Mereka adalah Ade dan Johan. "Tidak tertutup kemungkinan yang lain nanti. Dengan demikian, rapim memutuskan dua hal tersebut. Diharapkan SK untuk itu nanti segera terbit dan tim dan komite ini bisa bekerja efektif," papar mantan Ketua Komisi Yudisial ini.

Komite Etik tersebut, kata Busyro, akan bekeja sesegera mungkin mengumpulkan keterangan. "Komite Etik dan Deputi PI (pengawasan internal) kami beri kewenangan seperlunya untuk memperoleh informasi dari mana saja," ujar Busyro.

Meskipun demikian, Busyro belum dapat memastikan mengenai sanksi yang akan dikenakan kepada pejabat KPK jika terbukti melanggar kode etik berdasarkan hasil pemeriksaan Komite Etik. "Itu belum sampai ke sana, tergantung dari hasilnya dulu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

    Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

    Nasional
    Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

    Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

    Nasional
    Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

    Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

    Nasional
    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Nasional
    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Nasional
    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    Nasional
    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Nasional
    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Nasional
    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Nasional
    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    Nasional
    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    Nasional
    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Nasional
    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Nasional
    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com