Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Nazaruddin yang Menggurita

Kompas.com - 05/07/2011, 08:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kasus yang diduga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin digambarkan sebagai "menggurita". Selain banyak kasus yang melilitnya, M Nazaruddin menarik nama-nama lain ke dalam pusaran kasusnya itu. Mulai dari nama rekannya sesama anggota DPR hingga nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum serta Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Malarangeng yang juga fungsionaris Partai Demokrat. Belakangan, nama Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen (Pol) Ito Sumardi turut terseret.

Pemberitaan Majalah Tempo menyebutkan, penyidik KPK menemukan bukti aliran dana senilai 50.000 USD dari Nazaruddin ke jenderal bintang tiga itu. Keterlibatan Ito tersebut, dikait-kaitkan dengan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan penanggulangan flu burung di Kementrian Kesehatan yang tengah ditangani Polri yang juga disebut-sebut melibatkan Nazaruddin. Politikus Partai Demokrat itu disebut-sebut sebagai salah satu pemegang saham pada perusahaan yang diduga terlibat kasus alat kesehatan itu. Ito lantas membantah pemberitaan tersebut.

"Demi Allah saya tidak pernah jual beli kasus. Saya punya harga diri. Biarlah waktu yang buktikan. Untuk kasus ini, terus terang sangat memukul saya karena ini kedua kalinya. Dulu pada Gayus saya disebut terima dari Gayus, tetapi akhirnya tidak bisa dibuktikan," kata Ito kemarin.

Bantahan juga datang dari KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi soal adanya aliran dana dari Nazaruddin yang mengalir ke petinggi Polri. Sementara dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games, Nazaruddin yang menjadi tersangka dalam kasus itu menyeret nama tiga rekannya sesama anggota DPR yakni Angelina Sondakh, Mirwan Amir, dan Wayan Koster. Juga nama Anas yang pernah menjadi ketua fraksi Partai Demokrat di DPR dan nama Andi Mallarangeng.

Melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis, Nazaruddin mengemukakan bahwa nama-nama itu terlibat dalam "mengamankan" penganggaran proyek SEA Games di parlemen, termasuk proyek pembangunan wisma atlet. Dia bahkan menyebut Anas selaku ketua fraksi saat itu dan Andi menerima uang terkait kasus tersebut masing-masing Rp 2 miliar dan Rp 4 miliar.

Nazaruddin melalui BlackBerry Messanger yang dikirimkan kepada wartawan mengungkapkan, kongkalingkong para anggota dewan dengan menpora dan sejumlah pengusaha tersebut berawal dari pertemuan Andi, Angelina, dan Nazaruddin sendiri pada Januari 2010. Dalam pertemuan itu, Andi mengajukan permohonan penambahan anggaran Rp 2,3 miliar untuk sarana dan prasarana SEA Games serta mempercepat fasilitas. Andi lantas menunjuk Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam untuk membantu Angelina dan kawan-kawan. Wafid juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet itu.

Pada akhirnya, menurut Nazar permohonan penambahan anggaran untuk Kemenpora tersebut dikabulkan parlemen. Untuk menutupi kekurangan itu, dianggarkan dana dari APBN-P 2010 dan APBN 2011. Nazaruddin juga mengaku tidak terlibat secara teknis dalam proses menggolkan permohonan anggaran itu.

Informasi tersebut senada dengan apa yang pernah disampaikan Kamaruddin Simanjuntak, mantan kuasa hukum Mindo Rosalina Manulang, tersangka lain dalam kasus wisma atlet. Kamaruddin mengungkapkan bahwa uang Rp 3,2 miliar yang menjadi barang bukti kasus dugaan suap itu diberikan oleh tersangka satunya lagi, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohamad El Idris kepada Wafid untuk diteruskan ke anggota dewan. Pemberian uang ke anggota dewan tersebut, kata Kamaruddin agar DPR menyetujui penambahan anggaran proyek wisma atlet dan mempercepat fasilitas.

Menanggapi informasi keterlibatan nama-nama lain yang dimunculkan Nazaruddin itu, Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan bahwa pihaknya menilai "nyanyian" Nazaruddin tersebut sebagai suatu info yang menarik. Namun, kata Johan, KPK tidak dapat menindaklanjuti apa yang disampaikan Nazaruddin jika dia tidak mengemukakannya di hadapan penyidik KPK.

"Sebaiknya Pak MN (M Nazaruddin) datang ke KPK. Itu (informasi) menarik, penting itu kalau benar informasi itu, akan lebih baik jika informasi itu disampaikan detil," kata Johan, kemarin.

Oleh karena itulah, menurut peneliti Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, KPK seharusnya segera memeriksa Nazaruddin. Dengan demikian, informasi-informasi yang disampaikan Nazar melalui BBM dan kuasa hukumnya itu dapat menjadi fakta hukum.

"Apa yang disampaikan Nazaruddin itu menunjukkan sinyal awal yang harus didalami. Informasi itu belum bisa dijadikan fakta hukum. Hal ini menguatkan pentingnya KPK untuk memeriksa Nazaruddin," kata Abdullah saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/7/2011).

Kasus yang melilit Nazaruddin ini, kata Abdullah akan menjadi tantangan KPK untuk bekerja secara independen, tanpa terpengaruh intervensi politik. Mengingat, kasus ini menyeret-nyeret sejumlah nama dari partai penguasa. "Di sini 'kan ujian bagi KPK mengungkap kasus dengan ujian integritas, independesi," ujarnya.

Untuk segera memulangkan Nazaruddin yang kini berada di Singapura, menurut Abdullah, KPK dapat mempercepat kerjasama diplomasi dengan otoritas Singapura. KPK seharusnya menyegerakan untuk mengajukan permohonan agar otoritas Singapura mendeportase Nazaruddin.

"KPK harus sinergi dengan pemerintah mempercepat penangkapan Nazar. Presiden Yudhoyono sudah dua kali instruksikan, kepada Menkopolhukam dan kepada Kapolri. Itu bisa digunakan oleh KPK untuk mempercepat," kata Abdullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

    Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

    Nasional
    Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

    Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

    Nasional
    56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

    56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

    Nasional
    Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

    Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

    Nasional
    Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

    Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

    Nasional
    Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

    Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

    Nasional
    Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

    Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

    Nasional
    Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

    Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

    Nasional
    Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

    Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

    Nasional
    Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

    Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

    Nasional
    Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

    Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

    Nasional
    Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

    Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

    Nasional
    Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

    Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

    Nasional
    Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

    Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

    Nasional
    Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

    Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com