Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Panda, Dua Hakim Berbeda Pendapat

Kompas.com - 22/06/2011, 20:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua orang hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menangani perkara kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 dengan terdakwa Panda Nababan, Engelina Pattiasina, M Iqbal, dan Budiningsih berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam memutuskan vonis terhadap Panda Nababan.

Kedua hakim tersebut yakni I Made Hendra dan Andi Bachtiar membacakan dissenting opinion mereka dalam sidang vonis terhadap Panda dan kawan-kawan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/6/2011). Menurut keduanya, Panda seharusnya bebas dari tuntutan pidana.

Made Hendra menilai, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan bahwa politikus senior PDI-Perjuangan itu menerima sejumlah cek perjalanan maupun memberikan sejumlah cek perjalanan kepada sejumlah saksi.

Jaksa penuntut umum, kata Made, gagal menghadirkan bukti kuat yang menunjukkan Panda memberi cek perjalanan kepada Emir Moeis, ketua kelompok fraksi komisi IX PDIP saat itu, Fadilla, staf bendahara umum fraksi PDIP saat itu, dan kepada Soekardjo Hardjo anggota DPR 1999-2004.

"Kalaupun terbukti ada pemberian TC (travel cheque) Emir Moeis, Fadillah, Soekardjo, lantas tidak dapat membuktikan terdakwa menerima. Itu menentukan pemberian. Pemberian saja tidak terbukti, apalagi penerimaan," katanya. Analisis tim jaksa penuntut umum, lanjutnya, terlampau sumir saat menyimpulkan adanya penerimaan cek perjalanan oleh Panda. "Haruslah dihubungkan dengan fakta lain sehingga tercipta fakta hukum. Darimana terdakwa satu (Panda) menerima? Kapan? Dimana?" ucap Made.

Selain itu, Made berpendapat, kesaksian Dudhie Makmun Murod yang mengaku diperintah Panda untuk mengambil cek perjalanan dari Arie Malangjudo, tidak didukung alat bukti. "Keterangan saksi Dudhie tidak cukup membuktikan karena keterangan satu orang saksi," katanya.

Sedangkan hakim Andi Bachtiar menilai, justru Dudhie yang berinisiatif menemui Arie Malangjudo untuk mengambil sejumlah cek perjalanan. Keterangan Dudhie yang mengaku diperintah Panda untuk menemui Arie, tidak didukung alat bukti. "Tindakan saksi Dudhie menghubungi Arie adalah atas inisiatif Dudhie sendiri tanpa peran serta Panda Nababan. Panda Nababan tidak pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya," kata Andi.

Ia juga menilai Dudhie yang mengenal Nunun Nurbaeti, pihak yang diduga membeirkan cek perjalanan tersebut. "Terdakwa (Panda) tidak mengenal Nunun. Justru membuktikan Dudhie yang mengenal Nunun, dia (Dudhie) yang menanyakan Arie 'ini dari Nunun ya?' Keterangan saksi (Dudhie) tidak menyebutkan dia disuruh (Panda) mengambil dari Nunun tapi bertemu dengan Arie," paparnya.

Selain itu, lanjut Andi, tidak terdapat bukti yang menunjukkan Panda menerima sebanyak 29 cek perjalanan. "Tidak ada bukti yang menunjukkan uang (cek perjalanan) yang dicairkan Binsar (staf Panda) diberikan pada Panda," katanya.

Menurut keterangan Binsar, sebanyak 29 cek perjalanan tersebut merupakan milik atasannya yang lain bernama Kamaruddin. Keterangan Binsar itu, kata Andi, sesuai dengan keterangan Kamaruddin. "Karena kesaksian keduanya berkesesuain, tidak ada alasan majelis hakim keempat mengesampingkan keterangan dua saksi tersebut," ujar Andi.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Eka Budi Prijatna pada akhirnya memutuskan bahwa Panda dan ketiga rekannya sesama anggota DPR 1999-2004 harus dihukum penjara selama 1 tahun 5 bulan ditambah denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Keempatnya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan menerima sejumlah cek perjalanan yang patut diduga berkaitan dengan kewenangannya sebagai anggota DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com