Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paspor Nunun Ditarik, Bukan Dicabut

Kompas.com - 09/06/2011, 20:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi Muhammad Indra mengklarifikasi seputar pemberitaan yang menyebutkan bahwa paspor Nunun Nurbaeti dicabut oleh imigrasi.

Menurut Indra, bukan pencabutan, melainkan penarikan paspor Nunun. Istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun tersebut merupakan tersangka dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom, tahun 2004. Ia dikabarkan telah melakukan perjalanan lintas negara, seperti Singapura, Thailand, dan Kamboja.

"Ini (paspor Nunun) bukan dicabut, melainkan ditarik dan diganti. Jika disebut digantikan, maka ada penggantian, jadi dua kata itu tidak boleh diputuskan. Ditarik dan diganti. Jadi, mesti jelas," urai Indra di ruangannya di Gedung Ditjen Imigrasi RI, Jakarta Selatan, Kamis (9/6/2011).

Menurutnya, jika Nunun berhasil ditemukan, penarikan itu kemudian disusul dengan surat penggantian yang disebut surat perjalanan laksana paspor (SPLP) untuk kepulangan. Hal ini diberikan karena saat diamankan pihak berwajib, KBRI, atau imigrasi negara lain, maka paspornya ditarik. Oleh karena itu, SPLP diperlukan sebagai pengganti. Jika tak ada pengganti dan hanya mencabut, maka Nunun tidak akan mempunyai dokumen yang melindunginya sebagai warga negara Indonesia di negara lain.

"Kalau ada yang bilang cabut (pencabutan paspor), itu susah juga. Itu melanggar hak asasi manusia. Dia masih warga negara Indonesia (WNI), jadi punya hak untuk memegang paspor sebagai bukti dia adalah WNI di negara lain. Namun, kami sudah berkoordinasi dengan negara-negara yang kira-kira dia jadikan tujuan bahwa paspornya sudah ditarik. Oleh karena itu, dia tidak bisa lagi melakukan perjalanan ke luar, kecuali pulang ke Indonesia dengan menggunakan SPLP yang nanti akan diserahkan perwakilan kita di negara-negara lain," paparnya.

Indra menuturkan bahwa jika paspor Nunun dicabut, maka ia akan menjadi stateless atau tidak berkewarganegaraan. Padahal, menjadi stateless hanya dapat terjadi jika hal itu diputuskan langsung oleh menteri hukum dan HAM RI.

"Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ada pasal yang menyebutkan bahwa jika WNI yang berada di luar negeri lima tahun berturut-turut tidak melapor kepada perwakilan Republik Indonesia, maka dia dapat kehilangan kewarganegaraan. Kata 'dapat' itu ada artinya. Tidak otomatis dia menjadi hilang kewarganegaraan, tetapi hanya apabila dinyatakan langsung oleh menteri hukum dan HAM," ungkapnya.

Bahkan lanjutnya, menteri pun dapat mengambil keputusan jika Nunun diketahui melanggar beberapa prinsip, antara lain memiliki dua bukti kewarganegaraan, mengikuti kegiatan militer asing, dan memiliki hak pemilu di negara lain.

"Jika mungkin dia memiliki paspor kebangsaan asing atau dia menjadi warga negara asing dan dia masuk wajib militer tentara asing, itu bisa menjadi landasan menteri hukum dan HAM minta kewarganegaraannya dicabut. Namun, sekarang, menemukan orangnya saja belum. Yang bisa dilakukan ya penarikan paspor," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com