Watak keputusan politik yang selalu didasarkan Pancasila akan menjadi rahim keadilan rakyat Indonesia. Dengan demikian, rakyat dan kualitas hidup rakyat adalah hakim untuk melihat garis ideologis atau mengukur kebijakan negara terkait Pancasila.
Itulah harapan mantan Bupati Bantul, Jawa Tengah, HM Idham Samawi, yang pernah menulis opini di harian Kompas. Namun, burung Garuda yang digambarkan itu kini meradang.
”Ibaratnya sakit-sakitan. Sayapnya mulai retak-retak. Bulunya tercerabut dari kulitnya yang luka. Kakinya lunglai mencengkeram Bhinneka Tunggal Ika, apalagi menggendong Pancasila,” keluh Idham Samawi, kini Ketua DPP PDI-P, kepada Kompas, Rabu (25/5).
Idham, yang memfokuskan perhatian pada kebijakan dan aturan yang tak sejalan dengan Pancasila, membenarkan berbagai peristiwa yang ikut menandai semakin terpinggirkannya Pancasila. Sebut saja penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten; perusakan gereja di Temanggung, Jawa Tengah; serta penyerangan terhadap warga Pondok Pesantren Al Mahadul Islam Yayasan Pesantren Islam, Pasuruan, Jawa Timur. Lalu, bom bunuh diri di Masjid Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jawa Barat.
Terbitnya sejumlah peraturan daerah syariah di sejumlah provinsi, bendera
Merah Putih yang diinjak-injak, dan menguatnya kembali eksklusifisme kelompok dan cita-cita Negara Islam Indonesia (NII), ikut mencabik-cabik NKRI.
Di bidang ekonomi, pemerintah lebih memilih liberalisasi dan pasar bebas. Kedaulatan ekonomi negara pun terancam. Keadilan sosial semakin jauh karena semakin adanya kesenjangan.
Karut-marut reformasi
Selama Orde Baru, Pancasila tak diberi pijakan.