Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ray: Mahfud Terjebak "Permainan" Politik SBY

Kompas.com - 26/05/2011, 18:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menduga Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD tengah terjebak dalam permainan politik Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Ia mengatakan hal itu mengingat Mahfud, tanpa menawar lagi, mengikuti kemauan SBY yang memintanya membeberkan tindakan pemberian uang yang dilakukan Nazaruddin kepada MK melalui jumpa pers.

Padahal, masalah itu seharusnya diungkap sejak tahun lalu, bukan baru disampaikan sekarang. Menurut Mahfud sendiri, pemberian uang itu sudah dilaporkan sejak November 2010.

"Menurut saya, yang aneh itu adalah reaksi Pak Mahfud. Saya tidak paham entah dia sadar atau tidak. Pertama, dia mau dilibatkan oleh Presiden untuk melakukan jumpa pers saat itu. Padahal, kan kejadiannya itu sudah diserahkan pada November 2010. Bukan baru sekarang harusnya diminta jumpa pers. Seolah-olah sudah diatur, dipaskan ketika nama Nazaruddin sedang jadi perbincangan. Dia (SBY) pakai kekuatan luar, yaitu Mahfud MD untuk menendang kubunya Anas karena Nazaruddin kan dari kubu Anas. Saya enggak tahu Pak Mahfud sadar atau tidak mengenai hal itu," ujar Ray Rangkuti kepada Kompas.com, Kamis (26/5/2011).

Ray juga menyesalkan setelah adanya jumpa pers terkait Nazaruddin, Mahfud juga terlibat perang argumen dengan salah satu kader Demokrat, Ruhut Sitompul. Dinamika yang terjadi, menurutnya, menunjukkan seolah-olah Mahfud telah terseret oleh permainan politik Demokrat.

"Secara sadar tidak sadar, begitu dia (Mahfud) dilibatkan oleh Presiden berarti dia juga turut memusuhi kelompok tertentu di dalam kubu Demokrat dengan pernyataannya dalam jumpa pers atas suruhan Presiden itu. Tentu saja ini direaksi dengan cepat oleh kubu Anas. Konyolnya, dilayani lagi oleh Mahfud MD. Mestinya aksi dia cukup dengan jumpa pers itu. Dia sudah menjalankan kewajibannya sebagai warga negara dengan baik. Jangan lagi layani argumen-argumen dari anggota Demokrat yang lain," terang Ray.

Menurutnya, karena Mahfud telah membongkar kasus itu, alangkah baiknya kasus tersebut diselesaikan dengan jalur yang benar dan dengan cara yang elegan sesuai dengan posisinya sebagai Ketua MK agar tidak berlarut-larut. "Kita sih senang-senang saja ini semua dibongkar. Bagusnya, Mahfud harus membongkar itu dengan cara-cara yang elegan. Kalau itu tindak pidana bawa ke aparat hukum. Kalau politik bawa ke Badan Kehormatan. Tidak elegan kalau Anda hanya teriak-teriak saja," tukasnya.

Pencopotan Nazaruddin, yang dikaitkan dengan kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet, dilakukan Dewan Kehormatan Demokrat beberapa hari setelah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membeberkan bahwa Nazaruddin pernah memberikan uang senilai 120.000 dollar Singapura kepada Sekjen MK Janedjri M Gaffar. Namun, uang tersebut dikembalikan kepada Nazaruddin sehari setelah diterima. Tak jelas motif pemberian uang tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

    Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

    Nasional
    Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

    Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

    Nasional
    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Nasional
    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Nasional
    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    Nasional
    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Nasional
    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Nasional
    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Nasional
    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    Nasional
    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    Nasional
    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Nasional
    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Nasional
    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Nasional
    Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

    Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com