Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh Waktu Membongkar Jaringan

Kompas.com - 18/04/2011, 05:25 WIB

Ketentuan lebih kuat

Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, dalam revisi UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu ada ketentuan lebih kuat untuk mencegah terorisme berkembang.

Ansyaad menambahkan, perlu ada ketentuan yang mengatur bahwa tindakan-tindakan awal yang mengarah pada aksi terorisme, seperti menyebarkan kebencian atau permusuhan yang dapat mengancam keamanan negara, dinyatakan sebagai kejahatan.

Alasannya, setiap aksi terorisme pasti didahului perekrutan dan indoktrinasi ideologi terorisme (baiat). Setelah itu, aksi dilanjutkan dengan berbagai pelatihan dan bentuk aksi teror.

Jika ketentuan itu diberlakukan, menurut Ansyaad, aparat penegak hukum lebih mampu menindak kelompok radikal yang melakukan perekrutan dan penyebaran ajaran-ajaran terorisme. Dalam UU No 15/2003 saat ini, ketentuan seperti itu belum diatur sehingga menyulitkan aparat penegak hukum proaktif menindak sejak dini.

Sebagai gambaran, Internal Security Act (ISA) 1960 di Malaysia cukup efektif untuk mencegah paham dan aksi-aksi yang dapat mengancam keamanan publik dan negara. Sesuai Pasal 8 ISA, aparat keamanan Malaysia dapat menangkap orang yang dinilai bisa mengancam kepentingan nasional, keamanan negara, dan ketertiban umum.

Selain itu, lanjut Ansyaad, dalam revisi UU No 15/2003, BNPT juga mengusulkan agar laporan intelijen, seperti data dan informasi intelijen, dapat digunakan sebagai alat bukti. Dalam Pasal 26 UU No 15/2003 saat ini, laporan intelijen hanya menjadi bukti permulaan yang cukup, bukan alat bukti. Jika laporan intelijen, seperti data dan informasi, dapat menjadi alat bukti, aparat kepolisian pun dapat lebih mudah menangkap dan membuktikan dugaan tindak pidana dari tersangka kasus terorisme.

Kekuatan lain yang perlu ditambahkan dalam revisi UU No 15/2003 adalah masa penangkapan. Masa penangkapan selama satu minggu dalam UU No 15/2003 dinilai kurang lama bagi penyidik untuk mendalami pemeriksaan. ”Bertolak dari pengalaman selama 10 tahun ini, masa penangkapan tujuh hari itu terlalu singkat,” tutur Ansyaad.

Ansyaad menjelaskan, aksi terorisme terkait dengan jaringan. Oleh karena itu, polisi membutuhkan waktu yang cukup untuk cek silang di berbagai tempat atau bahkan di suatu negara. ”Apalagi, kondisi geografis di Indonesia ada kendala transportasi,” kata Ansyaad. Kalau masa penangkapan terlalu singkat, tersangka dapat dilepas karena pembuktian kurang kuat.

(FERRY SANTOSO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com