Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY: Terbukti Ada Suap, Hakim Dipecat

Kompas.com - 14/04/2011, 12:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan, pihaknya masih  mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan penyimpangan oleh hakim yang menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. Persidangan kasus ini berujung pada vonis 18 tahun penjara kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.

Suparman mengatakan, jika terbukti ada pelanggaran dengan indikasi suap dalam kasus tersebut, hakim yang bersangkutan akan dipecat. Meski pun, hingga saat ini belum ada indikasi supa kepada hakim.

"Kalau benar terbukti ada suap, akan dapat sanksi berat, dengan rekomendasi dari KY juga ke Mahkamah Agung, bisa langsung dipecat. Mahkamah Agung tidak ada ampun kalau sudah ada suap. Tetapi untuk sementara ini tidak ada indikasi suap. Kita masih perlu menguji, mendengar kebenaran dalam sidangnya dulu untuk mengumpulkan bukti-bukti," ungkap Suparman di Gedung Komisi Yudisial, Kamis (14/04/2011).

Selain itu, Suparman melanjutkan, bisa saja ada kemungkinan latar belakang hakim melakukan hal tersebut karena sisi moralitas dan mendapat tekanan dari pihak luar. "Bisa karena kekhilafan dan tekanan tekanan. Nah, kalau dia mengatakan 'oh saya kena tekanan' berarti itu faktor independensi. Kalau dia ternyata mengatakan, 'saya simpatik pada korban' berarti you tidak imparsial. Inilah yang kita akan dalami lagi dengan memanggil pelapor dan saksi-saksi penting dalam sidang itu," ujarnya.

Menurutnya, baik Komisi Yudisial maupun Mahkamah Agung tidak mentolerir jika terjadi kekhilafan atau ketidaksengajaan yang dilakukan terkait pengabaian alat bukti penting.

"Hakim tidak boleh khilaf karena dalam kode etik, kehati-hatian, kecermatan itu harus dikedepankan dan dia pasti kena sanksi. Karena itu beratlah kalau jadi hakim. Karena yang diadili ini orang. Justice for all. Penjahat tengik sekalipun, berhak mendapatkan perlindungan hukum," paparnya.

Suparman mengakui, hakim memang memiliki kewenangan untuk memilih barang bukti yang digunakan dalam sidang. Namun,hakim seharusnya juga memerhatikan bahwa bukti-bukti yang diabaikan tersebut merupakan bukti penting yang memengaruhi putusan vonis terdakwa.

Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Yudisial menemukan indikasi majelis hakim yang menangani kasus Antasari Azhar mengabaikan bukti-bukti penting dari tingkat pertama, banding, maupun kasasi. Pengabaian bukti tersebut antara lain keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun`in Idris dan baju milik korban, direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, yang tidak dihadirkan dalam persidangan. Hakim kasus Antasari ini juga mengabaikan keterangan ahli yang terkait senjata atau peluru serta terkait dengan teknologi informasi berupa pesan singkat Antasari. 

Baca juga: KY Akan Periksa Kasus Antasari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Brigjen (Purn) Achmadi Terpilih Jadi Ketua LPSK Periode 2024-2029

Nasional
JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

JK Bingung Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Jadi Saksi Karen Agustiawan, JK: Kalau Perusahaan Rugi Direkturnya Harus Dihukum, Semua BUMN Juga Dihukum

Nasional
Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Terseret Kasus Gubernur Maluku Utara, Pengusaha Muhaimin Syarif Punya Usaha Tambang

Nasional
Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Bertemu Khofifah, Golkar Bahas Pilkada Jatim, Termasuk soal Emil Dardak

Nasional
Ketua Panja Sebut RUU Kementerian Negara Mudahkan Presiden Susun Kabinet

Ketua Panja Sebut RUU Kementerian Negara Mudahkan Presiden Susun Kabinet

Nasional
Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com