Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempertahankan Pilkada Langsung

Kompas.com - 24/03/2011, 04:14 WIB

Pertama, konstitusi Indonesia, UUD 1945, menentukan, bentuk negara yang dianut Indonesia adalah republik. Konsekuensi negara republik, kedaulatan di tangan rakyat. Implikasinya, pengisian jabatan politik-kenegaraan dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui pemilu [Pasal 2 Ayat (1), Pasal 6A, Pasal 18 Ayat (3), Pasal 19 Ayat (1), Pasal 22C Ayat (1), Pasal 22E].

Kendati dalam Pasal 18 Ayat (4) ditentukan bahwa gubernur dan bupati/wali kota dipilih secara demokratis, kata ”demokratis” di sini harus dimaknai bahwa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat-pemilih. Sekali lagi, ini konsekuensi bentuk negara republik, kedaulatan di tangan rakyat, rakyatlah yang berhak menentukan kepala daerahnya.

Kedua, konstitusi Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Salah satu ciri sistem pemerintahan presidensial adalah presiden dipilih langsung oleh rakyat. Untuk menegaskan dan menjaga konsistensi sistem pemerintahan presidensial, pengisian jabatan kepala daerah seharusnya melalui pemilu secara langsung, bukan oleh DPRD.

Argumentasi politik

Pertama, pemilu untuk memilih kepala daerah secara langsung merupakan sarana membangun basis legitimasi oleh kepala daerah. Mengingat anggota DPRD dipilih secara langsung melalui pemilu, untuk mengimbangi basis legitimasi DPRD, sudah seharusnya basis legitimasi kepala daerah juga dibangun lewat pemilu.

Kedua, berjalannya pemerintahan daerah perlu stabilitas politik. Untuk itu, perlu keseimbangan kekuatan politik antara kepala daerah dan DPRD. Dalam hal kepala daerah dipilih oleh DPRD, konsekuensinya DPRD berwenang meminta pertanggungjawaban dan memberhentikan kepala daerah sebelum habis masa jabatannya. Padahal, salah satu ciri pemerintahan presidensial adalah adanya masa jabatan tertentu (5 tahun) dan bila kepala daerah dipilih dan diberhentikan oleh DPRD, dikhawatirkan akan terjerumus pada ketidakstabilan politik dan mengarah kepada sistem parlementer.

Ketiga, jika gubernur dipilih oleh DPRD provinsi, selain akan potensial menimbulkan konflik—sebagaimana argumen kedua—juga akan menimbulkan problem basis legitimasi gubernur di hadapan bupati/wali kota jika bupati/wali kota dipilih secara langsung lewat pemilu. Dalam rangka menjalankan tugas mengoordinasi bupati/wali kota, gubernur harus memiliki legitimasi politik yang kuat.

Keempat, bila gubernur tidak dipilih langsung oleh rakyat lewat pemilu, dan tidak juga dipilih oleh DPRD, tetapi ditunjuk/diangkat presiden, terdapat problem konstitusional. Provinsi adalah daerah otonom, bukan daerah administratif. Daerah otonom memiliki wewenang mengatur dirinya sendiri, termasuk dalam memilih kepala daerah, bukan ditunjuk/diangkat. Bila gubernur ditunjuk/diangkat, problem konstitusional harus diatasi terlebih dahulu, yaitu mengubah status provinsi bukan lagi sebagai daerah otonom.

Penataan lembaga politik

Berdasarkan argumentasi di atas, dalam rangka revisi UU Pilkada, diajukan tiga rekomendasi berikut. Pertama, pengisian jabatan kepala daerah (gubernur, bupati/wali kota) harus tetap dipertahankan dengan mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat-pemilih melalui pemilu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com