Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Gratifikasi dan Tempat Pelacuran

Kompas.com - 25/02/2011, 11:11 WIB

KOMPAS.com — Masih ingat kepergian anggota Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat ke Yunani, Oktober 2010? Berita studi banding wakil rakyat itu sempat menjadi topik pembicaraan hangat di media massa dan media sosial.

Studi banding anggota Badan Kehormatan (BK) itu semakin ramai dibicarakan setelah ada kabar mereka mampir ke Turki. Pembicaraan semakin liar lantaran ada kabar wakil rakyat tersebut juga meminta suguhan tari perut. Hujatan, makian, dan ekspresi kemarahan rakyat pun berseliweran di jejaring sosial.

Bukan hanya itu, sejumlah aktivis juga berunjuk rasa, memperagakan tarian perut di depan gerbang kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Empat pria menari-nari, mengenakan pakaian rumbai-rumbai dengan bagian perut dan dada terbuka.

Para anggota BK membantah telah meminta suguhan tari perut. Delapan anggota BK terbang ke Yunani untuk belajar etika. Mempelajari peraturan kode etik dan tata beracara parlemen Yunani.

Empat bulan berlalu BK berhasil menyusun rancangan peraturan kode etik DPR yang baru. Ada satu pasal baru yang sebelumnya tak diatur dalam peraturan kode etik lama (dibuat tahun 2004), ditambahkan dalam rancangan kode etik baru.

Pasal baru itu mengatur larangan bagi DPR memasuki tempat-tempat yang dipandang tidak pantas secara etika, moral, dan norma yang berlaku umum di masyarakat. Dalam Pasal 3 Ayat (6) rancangan peraturan kode etik, tempat tak pantas itu seperti kompleks pelacuran dan perjudian. Anggota DPR tidak diperkenankan memasuki tempat-tempat tak pantas jika menjalankan tugas kedewanan.

”Kalau ke tempat pelacuran, ya harus dilarang keras!” ujar Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Ja’far. Menurut Marwan, larangan itu harus masuk dalam peraturan kode etik agar anggota DPR mau menjaga citra serta martabatnya.

Namun, sayangnya, beberapa pasal yang mengatur soal etika publik justru dipangkas. Salah satunya pasal larangan menerima gratifikasi. Dalam peraturan kode etik lama, ada dua pasal yang mengatur larangan menerima gratifikasi.

Pasal 11, misalnya, melarang anggota DPR menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 Ayat (2) menyebut, anggota tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk pribadi.

Dalam rancangan kode etik baru, hanya ada satu pasal yang mengatur larangan gratifikasi, yakni Pasal 4 Ayat (4). Bahwa anggota DPR tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga, dan golongan. Larangan menerima hadiah dari pihak lain, tidak lagi diatur dalam rancangan kode etik baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com