JAKARTA, KOMPAS.com - Insiden penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik dan perusakan tiga gereja di Temanggung dinilai tak mencerminkan wajah Indonesia yang sebenarnya. Cendekiawan muslim, Azyumardi Azra mengatakan, sejatinya kadar tepa selira rakyat Indonesia masih tinggi.
"Saya kira insiden di Cikeusik dan Temanggung isolated cases, kasus yang terpencil, tak mencerminkan populasi rakyat Indonesia," kata Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, saat ditemui Kompas.com, Rabu (9/2/2011).
Dikatakan Azyumardi, insiden Cikeusik dan Temanggung pun tak menimbulkan gerakan-gerakan pembalasan di daerah-daerah lainnya. Hal ini, sambungnya, berbeda dengan kerusuhan yang pernah berkecamuk di Ambon pada periode 1999-2000.
"Peristiwa itu melibatkan masa yang lebih luas lagi, yaitu satu kota Ambon," katanya.
Azyumardi, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta pun mengutip laporan "Setara Institute for Peace and Democracy 2010" yang mengatakan bahwa Jawa Barat adalah wilayah dengan angka pelanggaran terhadap kebebasan beragama paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia yaitu 91 peristiwa.
Tindak tegas
Kendati dikatakan bersifat terpencil, Azyumardi meminta pihak Kepolisian memberikan perhatian serius. Aktor intelektual beserta seluruh pelaku tindak kekerasan di Cikeusik dan Temanggung harus ditindak tegas.
Kepolisian juga diminta untuk terus waspada terhadap potensi-potensi tindak kekerasan yang terjadi di daerah, khususnya yang berkaitan dengan agama.
"Jika tidak, tak menutup kemungkinan itu menular ke daerah lainnya," kata Azyumardi.
Ketua Setara Institute, Hendardi menilai, terjadinya dua aksi kekerasan dalam waktu berdekatan menunjukkan lemahnya fungsi intelijen kepolisian. Peristiwa Cikeusik diindikasi seharusnya bisa dibaca polisi karena bukan aksi yang spontanitas, namun terorganisir.
"Menurut investigasi kami kesana, memperlihatkan pengumpulan massa sudah dilakukan secara terorganisir. Dan polisi harusnya bisa mengantisipasi dengan menyiagakan aparatnya. Tidak mungkin mengatasi massa dengan jumlah yang sedikit," kata Hendardi. (ING)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.