Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertarungan Melawan Mafia Baru Dimulai..

Kompas.com - 24/01/2011, 09:39 WIB

KOMPAS.com - Vonis terhadap mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Gayus HP Tambunan, dan mantan penasihat hukumnya, Haposan Hutagalung, menjadi penutup rangkaian proses penegakan keadilan terhadap mereka yang diduga terlibat mafia hukum dan mafia pajak, yang disebutkan Gayus sebagai kelas teri.

Dengan demikian, seluruh terdakwa yang diduga terlibat merekayasa kasus Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang, kecuali jaksa Cirus Sinaga dan timnya, sudah dipidana.

Apakah ini berarti proses pemberantasan mafia hukum yang terkait Gayus juga telah berakhir? Atau, ini justru hanya permulaan untuk memberantas mafia hukum yang sebenarnya?

Proses pengungkapan rekayasa kasus pencucian uang dan penggelapan oleh Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, yang berjalan sejak Maret 2010, telah menyeret delapan orang ke meja hijau.

Mereka adalah penyidik polisi M Arafat Enanie, penyidik polisi Sri Sumartini, konsultan pajak Alif Kuncoro, pengusaha Andi Kosasih, pengacara Lambertus Palang Ama, pengacara Haposan Hutagalung, hakim Muhtadi Asnun, dan Gayus Tambunan sendiri. Jaksa Cirus Sinaga sedang diproses hukum.

Mereka yang diadili seluruhnya telah dijatuhi hukuman di PN Jakarta Selatan dan PN Jakarta Timur, dengan vonis terendah adalah 1,5 tahun penjara untuk Alif Kuncoro serta tertinggi Gayus dan Haposan dengan 7 tahun penjara.

Pro dan kontra mewarnai proses penyidikan, penuntutan, dan pengadilan pada kasus mafia hukum jilid pertama ini. Pada proses penyidikan di kepolisian dan penuntutan di kejaksaan, sebagian pihak menilai kasus Gayus telah dikerdilkan.

Masyarakat menyayangkan mengapa korupsi dan asal-usul uang Gayus yang lebih dari Rp 100 miliar tidak dijadikan sebagai bahan dakwaan saat itu. Juga dipertanyakan mengapa yang dijadikan pesakitan di pengadilan hanya oknum kelas teri, seperti Arafat yang hanya penyidik dan Gayus yang hanya peneliti keberatan pajak. Padahal, nama sejumlah pejabat di kejaksaan, kepolisian, dan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan sudah disebut-sebut diduga terlibat sejak penyidikan.

Di tingkat pengadilan, sejumlah pihak mempertanyakan vonis hakim yang umumnya berada di bawah tuntutan jaksa. Hanya Arafat Enanie yang divonis hakim lebih tinggi dari tuntutan. Andi Kosasih, yang mengaku sebagai pemilik uang Gayus senilai Rp 28 miliar, misalnya, divonis 6 tahun. Padahal, tuntutannya adalah 10 tahun. Bahkan, Haposan dihukum 7 tahun penjara dari tuntutan 15 tahun. Dan, yang paling mengejutkan tentulah vonis Gayus Tambunan, dari tuntutan 20 tahun penjara ”hanya” menjadi 7 tahun.

Belum tuntas Pro dan kontra yang terjadi menunjukkan bahwa pengungkapan kasus mafia hukum dan mafia pajak yang terkait Gayus belumlah tuntas. Oleh karena itu, selesainya rangkaian proses peradilan terhadap delapan terdakwa tersebut tidak serta-merta pengungkapan kasus mafia hukum yang melibatkan Gayus juga selesai.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, justru menilai pertarungan sebenarnya dalam mengungkap mafia hukum dan pajak baru dimulai pascavonis Gayus. Hal itu karena mafia hukum dan mafia pajak yang akan dihadapi ke depan adalah mafia-mafia sebenarnya atau yang disebut Gayus sebagai ikan besar (big fish), oknum-oknum kelas kakap yang bercokol di institusi penegak hukum.

Menurut Febri, untuk mafia pajak, yang harus diperiksa adalah para pejabat hingga level tertinggi. Selain itu, 151 wajib pajak yang terkait Gayus juga harus diperiksa untuk mengetahui asal-usul uang Gayus.

Pengamat hukum Indriyanto Seno Adji mengatakan, pengungkapan kasus mafia hukum dan mafia pajak Gayus berikutnya haruslah bebas dari politisasi. Selama masih ada politisasi, kasus Gayus akan sulit terungkap seluruhnya, termasuk big fish yang bermain di belakang Gayus.

Indriyanto mengingatkan semua pihak agar tidak terlalu larut dalam pro dan kontra vonis Gayus yang hanya 7 tahun serta politisasi kasus Gayus yang melebar ke mana-mana, termasuk saling tuding antara Gayus dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.

Menurut dia, para pihak terkait justru harus fokus pada pengungkapan mafia pajak yang sebenarnya dan para mafia hukum yang belum terseret pada pengadilan mafia hukum jilid I.

Polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini tengah menyidik tiga perkara terkait Gayus, yakni penyuapan petugas Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil Polri Kelapa Dua, pemalsuan paspor, dan korupsi pajak terkait asal-usul uang Gayus yang mencapai lebih dari Rp 100 miliar.

Jadi, bagi yang kurang puas dengan vonis Gayus yang hanya 7 tahun tak perlu berkecil hati. Vonis Gayus 7 tahun yang dijatuhkan hakim Albertina Ho sama sekali belum mempertimbangkan korupsi Gayus yang mencapai puluhan miliar atau kaburnya Gayus ke Bali, Makau, dan Singapura yang menginjak rasa keadilan masyarakat. Hukuman untuk Gayus yang 7 tahun itu hanyalah untuk penyalahgunaan wewenang dan menyuap aparat.

Kini tiga perkara yang lebih berat menunggu Gayus. Gayus yang saat ini hanya divonis tujuh tahun jelas tak bisa berlega hati karena hukuman seumur hidup tetap membayanginya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

    Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

    Nasional
    Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

    Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

    Nasional
    Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

    Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

    Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

    Nasional
    Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

    Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    [POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Nasional
    Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

    Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

    Nasional
    Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

    Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

    Nasional
    Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

    Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

    Nasional
    Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

    Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

    Nasional
    Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

    Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

    Nasional
    Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

    Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

    Nasional
    Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

    Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

    Nasional
    15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

    15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com