Akibatnya, tindakan yang dilakukan pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif, lebih fokus dalam penanganan korban, bukan mencegah bagaimana agar korban dapat dihindarkan atau dibuat seminimal mungkin. Pemerintah lebih suka bertindak sebagai ”dewa penolong” yang membagi-bagikan bantuan daripada membangun infrastruktur untuk mengurangi daya rusak bencana.
Kondisi ini membuat banyak daerah harus menghadapi bencana yang sama dari tahun ke tahun. Padahal, jika infrastruktur bencana dibangun walau dengan nilai investasi yang besar, anggaran penanganan bencana tahun berikutnya dapat ditekan.
Untuk membangun infrastruktur, diakui Armi, butuh biaya besar. Namun, itu dapat diatasi jika pemerintah punya niat kuat mengatasi dampak bencana. Kendala birokrasi yang sering kali muncul juga dapat dilalui jika pemimpin yang ada berani mengambil tindakan nyata untuk membebaskan masyarakat dari rutinitas bencana.
”Penanganan bencana bukan soal ahli atau bukan, tetapi ada kemauan atau tidak. Pemerintah harus melakukan yang sesuai kemampuannya, jangan tindakan-tindakan biasa dengan kemampuan rendah yang bisa dilakukan masyarakat” tegasnya.
Kepala Pusat Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung I Wayan Sengara mendesak agar pemerintah segera berinvestasi dan memiliki rencana jangka panjang untuk menghadapi bencana. Selain untuk mengurangi dampak bencana, investasi dan rencana jangka panjang itu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Rencana jangka panjang itu di antaranya mencakup kajian teknis risiko bencana, pemetaan daerah rawan bencana, dana penanggulangan bencana, dan mempersiapkan sumber daya manusia pendukung yang berkualitas.
Minimnya persiapan itu, lanjut Sengara, mengakibatkan banyak langkah yang diambil BNPB tidak berjalan baik. Dalam setiap bencana yang terjadi, selalu ada korban yang tak tertangani.
”Berbagai proses penanganan bencana harus segera dibenahi pemerintah karena banyak wilayah berpenghuni di Indonesia rawan terjadi bencana,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.