Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampai Kapan Kita Abai?

Kompas.com - 20/12/2010, 07:42 WIB

Ia menyatakan, kebijakan pemanfaatan sumber daya alam harus mematuhi tata ruang. "Sumber daya boleh dimanfaatkan, tetapi kaidah tata ruang dan analisis mengenai dampak lingkungan harus dipatuhi. Kalau kedua hal itu bila ditaati semua pihak, akan mengurangi risiko bencana," kata Arief.

Namun, ketaatan kaidah masih langka terjadi di Indonesia. Seorang warga Dusun Gubet, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, DIY, Maryanto (33), mengeluhkan perubahan peruntukan tempat tinggalnya. Permukiman dan lahannya kini beralih peruntukan menjadi kawasan pertambangan melalui revisi rencana tata ruang 2010.

"Perubahan tata ruang terjadi setelah ada kuasa pertambangan pasir besi di Kulon Progo yang terbit 2008. Perubahan tata ruang tanpa didahului sosialisasi bagi masyarakat pesisir Kulon Progo yang sekarang hidup dari bertani, menjadi nelayan, dan aktivitas pariwisata setempat. Bukan pemanfaatan ruang mengikuti perencanaan tata ruang, tetapi revisi tata ruang mengikuti izin tambang yang telanjur diterbitkan," kata Maryanto.

Revisi rencana tata ruang pada tahun 2010 memang dimanfaatkan sejumlah pihak untuk "mencuri" hutan. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan, luasan hutan yang tersisa mencapai 68 persen dari total luas daratan Indonesia.

"Jika usul tata ruang yang diajukan pemda langsung disetujui tanpa pemilahan, luasan hutan akan berkurang hingga menyisakan 32 persen dari total luas daratan saja. Ketika kami memilih usulan itu, kami malah dianggap menghambat revisi tata ruang," kata Zulkifli pada pertengahan tahun ini.

Setiap ancaman terhadap kondisi lingkungan Indonesia tidak berhenti di proses revisi tata ruang itu. Greenpeace Asia Tenggara menyatakan, rencana berbagai kementerian memakai tambahan sekitar 63 juta ha lahan untuk berbagai produksi industri pada 2030 mengancam 40 persen hutan alam tersisa.

Laporan Greenpeace berjudul "Uang Perlindungan" yang dipublikasikan secara internasional pada Selasa (23/11/2010) menyebutkan, industri yang berencana menambah lahan produksi pada 2030 adalah pulp dan kertas (28 juta hektar), minyak sawit (9 juta hektar), pertanian (13 juta hektar), biofuel (9 juta hektar), dan pertambangan (4 juta hektar). Rencana itu berpotensi menghilangkan 37 juta hektar hutan alam.

Juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, menyatakan, penambahan penggunaan kawasan hutan itu mengancam separuh habitat orangutan. "Sekitar 80 persen lahan gambut terancam degradasi. Total emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan bisa mencapai 38 gigaton setara karbon, empat kali emisi global gas rumah kaca 2005," kata Maitar.

Cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang 2010—akibat pemanasan global telah merusak sistem iklim dunia—jelas merugikan petani, nelayan, dan negeri ini. Dampak ekstremnya cuaca hanya bisa diminimalkan jika tingkat risiko bencana diturunkan.

Program penanaman 1 miliar pohon memang terus dikampanyekan presiden dan kabinetnya, tetapi itu tidak cukup. Perubahan kebijakan secara menyeluruh dibutuhkan, yaitu mengarusutamakan pengelolaan lingkungan di atas kebijakan pertambangan, kehutanan, perikanan-kelautan, ataupun kebijakan sektoral lain yang abai terhadap risiko bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

    Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

    Nasional
    Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

    Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

    Nasional
    Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

    Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

    Nasional
    Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

    Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

    Nasional
    Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

    Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

    Nasional
    Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

    Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

    Nasional
    Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

    Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

    Nasional
    PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

    PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

    Nasional
    PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

    PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

    Nasional
    Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

    Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

    Nasional
    Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

    Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

    Nasional
    Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

    Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

    Nasional
    Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

    Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

    Nasional
    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

    Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

    Nasional
    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com