Oleh Aryo Wisanggeni Genthong
"Kami sudah menerbitkan peta rawan dan risiko longsor-banjir. Peta itu sudah dikirimkan kepada setiap pemerintah daerah. Wasior termasuk dalam wilayah dengan tingkat kerawanan longsor yang tinggi," kata Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta pada Oktober lalu.
Peta yang diluncurkan pada Februari 2010 itu gagal mencegah jatuhnya korban 153 orang tewas, 146 orang hilang, dan ribuan pengungsi setelah banjir bandang pada 4 Oktober 2010 di Wasior, ibu kota Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. Sayangnya, risiko bencana tidak menjadi pertimbangan dalam memilih ibu kota kabupaten pemekaran.
Risiko bencana pun tidak dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan lainnya. Ketika muncul peta kerawanan dan risiko longsor-banjir, tidak banyak pemerintah daerah yang merespons.
Kebijakan publik yang berorientasi pada penurunan dampak bencana belum menjadi arus utama negeri ini. Ketua Institut Hijau Indonesia (IHI) Chalid Muhammad menyatakan, penelitian IHI dan Yappika pada awal 2010 menyimpulkan berbagai kebijakan pemerintah secara sistematis meningkatkan risiko bencana melalui berbagai perusakan lingkungan yang legal.
Pada tahun 2009, pemerintah menerbitkan izin pemanfaatan kayu di Papua Barat seluas 3,5 juta ha, termasuk izin menebang 196.000 ha di Kabupaten Teluk Wondama. Sebanyak 6,6 juta hektar hutan primer dan sekunder Papua Barat terkepung HPH, tambang, dan perkebunan. Izin perkebunan mencapai 219.000 hektar. Hutan seluas 3,9 juta hektar dibebani HPH bagi 20 perusahaan dan 16 perusahaan tambang mineral. Total luas konsesi itu mencapai 2,7 juta hektar.
"Semua tumpang tindih. Ada izin pertambangan minyak dan gas di darat dan laut seluas 7,2 juta hektar. Bisa dibayangkan 11,54 juta hektar wilayah Papua Barat nyaris habis terbagi. Jika semua aktivitas itu benar-benar dilakukan, bisa terjadi bencana besar karena lingkungan rusak parah," kata Chalid.
Terus Diingatkan
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang Andrie S Wijaya menyatakan, kebijakan yang mengundang bencana berlanjut pada 2010. "Yang terbaru, pembukaan hutan untuk pertambangan melalui revisi tata ruang Provinsi Gorontalo. Terjadi pelepasan 14.000 hektar kawasan hutan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Provinsi Gorontalo, antara lain sebagai konsesi pertambangan PT Gorontalo Mineral," kata Andrie.
Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Arief Yuwono menyatakan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara rawan bencana harus diikuti dengan adaptasi untuk mengurangi bencana yang menimbulkan korban jiwa. "Kami terus mengingatkan karena kenyataannya memang banyak bencana yang bisa diprediksi, misalnya bencana banjir di daerah yang hulu sungainya sudah habis digerus," kata Arief.
Ia menyatakan, kebijakan pemanfaatan sumber daya alam harus mematuhi tata ruang. "Sumber daya boleh dimanfaatkan, tetapi kaidah tata ruang dan analisis mengenai dampak lingkungan harus dipatuhi. Kalau kedua hal itu bila ditaati semua pihak, akan mengurangi risiko bencana," kata Arief.
Namun, ketaatan kaidah masih langka terjadi di Indonesia. Seorang warga Dusun Gubet, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, DIY, Maryanto (33), mengeluhkan perubahan peruntukan tempat tinggalnya. Permukiman dan lahannya kini beralih peruntukan menjadi kawasan pertambangan melalui revisi rencana tata ruang 2010.
"Perubahan tata ruang terjadi setelah ada kuasa pertambangan pasir besi di Kulon Progo yang terbit 2008. Perubahan tata ruang tanpa didahului sosialisasi bagi masyarakat pesisir Kulon Progo yang sekarang hidup dari bertani, menjadi nelayan, dan aktivitas pariwisata setempat. Bukan pemanfaatan ruang mengikuti perencanaan tata ruang, tetapi revisi tata ruang mengikuti izin tambang yang telanjur diterbitkan," kata Maryanto.
Revisi rencana tata ruang pada tahun 2010 memang dimanfaatkan sejumlah pihak untuk "mencuri" hutan. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan, luasan hutan yang tersisa mencapai 68 persen dari total luas daratan Indonesia.
"Jika usul tata ruang yang diajukan pemda langsung disetujui tanpa pemilahan, luasan hutan akan berkurang hingga menyisakan 32 persen dari total luas daratan saja. Ketika kami memilih usulan itu, kami malah dianggap menghambat revisi tata ruang," kata Zulkifli pada pertengahan tahun ini.
Setiap ancaman terhadap kondisi lingkungan Indonesia tidak berhenti di proses revisi tata ruang itu. Greenpeace Asia Tenggara menyatakan, rencana berbagai kementerian memakai tambahan sekitar 63 juta ha lahan untuk berbagai produksi industri pada 2030 mengancam 40 persen hutan alam tersisa.
Laporan Greenpeace berjudul "Uang Perlindungan" yang dipublikasikan secara internasional pada Selasa (23/11/2010) menyebutkan, industri yang berencana menambah lahan produksi pada 2030 adalah pulp dan kertas (28 juta hektar), minyak sawit (9 juta hektar), pertanian (13 juta hektar), biofuel (9 juta hektar), dan pertambangan (4 juta hektar). Rencana itu berpotensi menghilangkan 37 juta hektar hutan alam.
Juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, menyatakan, penambahan penggunaan kawasan hutan itu mengancam separuh habitat orangutan. "Sekitar 80 persen lahan gambut terancam degradasi. Total emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan bisa mencapai 38 gigaton setara karbon, empat kali emisi global gas rumah kaca 2005," kata Maitar.
Cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang 2010—akibat pemanasan global telah merusak sistem iklim dunia—jelas merugikan petani, nelayan, dan negeri ini. Dampak ekstremnya cuaca hanya bisa diminimalkan jika tingkat risiko bencana diturunkan.
Program penanaman 1 miliar pohon memang terus dikampanyekan presiden dan kabinetnya, tetapi itu tidak cukup. Perubahan kebijakan secara menyeluruh dibutuhkan, yaitu mengarusutamakan pengelolaan lingkungan di atas kebijakan pertambangan, kehutanan, perikanan-kelautan, ataupun kebijakan sektoral lain yang abai terhadap risiko bencana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.