Dengan kondisi yang seperti ini, tidak realistis jika pemerintah mengharapkan pemberitaan yang positif dari pers. Yang realistis dan relevan adalah mengharapkan pemberitaan yang proporsional, seimbang, dan etis. Pemerintah dapat memaksimalkan Undang-Undang Pers untuk menuntut agar dalam pemberitaannya, pers secara konsisten menegakkan etika jurnalistik dan keutamaan ruang publik media.
Kedua, pers juga berfungsi membangun ruang publik deliberatif, di mana semua unsur berkesempatan mendiskusikan urusan bersama secara argumentatif dan dialogis. Media adalah ruang antara politik di mana masalah publik—seperti halnya Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta—dibicarakan dan dinegosiasikan semua pihak, tanpa terkecuali para pengambil kebijakan sebelum mereka memutuskan sebuah kebijakan.
Posisi ruang media ini sangat strategis karena dalam demokrasi keterwakilan, masyarakat tidak terlibat langsung dalam proses pembahasan undang-undang. Apalagi jika dipertimbangkan, para wakil rakyat sering lebih mengedepankan kepentingan partikular pribadi atau kelompok daripada kepentingan masyarakat.
Legitimasi kebijakan tidak hanya diukur dari akseptabilitasnya terhadap prinsip-prinsip tertentu, tetapi juga dari kenyataan apakah masyarakat menyetujui kebijakan itu atau tidak. Legitimasi isi harus dibarengi dengan legitimasi proses.
Maka, lebih baik RUU Keistimewaan DIY diributkan sekarang daripada ditolak masyarakat ketika telah menjadi undang-undang. Di sini, terlepas dari kecenderungan sebagian media untuk mendramatisasi konflik dan perbedaan, pers secara umum berkontribusi dalam mentransparankan atau mendemokratiskan proses pengesahan RUU Keistimewaan Yogyakarta.
Ketiga, pers secara epistemologis juga berfungsi menambah pengetahuan masyarakat. Wacana media telah menambah pengetahuan masyarakat tentang asal-usul keistimewaan Yogyakarta, kedudukan Keraton Yogyakarta dalam Kemerdekaan Republik Indonesia, dan lain-lain. Masyarakat juga mendapatkan pemahaman tentang plus-minus opsi yang sedang diperdebatkan: Gubernur DIY dipilih secara langsung atau ditetapkan?
Wacana media tentang keistimewaan Yogyakarta, dengan beberapa catatan, telah menunjukkan berjalannya sebuah ruang publik politik sekaligus fungsi epistemologi media yang memungkinkan masyarakat untuk secara mandiri membangun opini atau sikap masing-masing.
Memperburuk citra
Kembali kepada urusan pemerintah, bagaimana pemerintah harus menyikapi kritisisme media? Cara terbaik adalah dengan tidak membuat kesalahan! Sebab, fungsi utama pers memang mengoreksi kesalahan penyelenggaraan kekuasaan.
Pemerintah juga dapat memaksimalkan hak sebagai obyek pemberitaan: hak jawab dan hak koreksi. Yang perlu dihindari adalah gagasan yang otoriter dan usang. Katakanlah gagasan untuk mengembalikan TVRI dan RRI menjadi organ propaganda politik pemerintah guna mengimbangi kritisisme media massa. Gagasan semacam hanya akan menimbulkan reaksi perlawanan dan memperburuk citra pemerintah.
Agus Sudibyo Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.