Apakah hukum benar-benar lemah dalam menghadapi korupsi? Kalau mereka saja menyerah, apalagi rakyat biasa?
Dalam karier saya, dua kali saya diperiksa petugas pajak. Buat dosen seperti saya, tentu berat membayar denda pajak ratusan juta rupiah.
Saya pernah bertanya kepada seorang petugas pajak, apakah denda seperti ini sudah wajar? Ia pun mengatakan, petugas pemeriksa sudah menjalankan tugasnya dengan benar. Jadi, denda harus dibayar. Saya pikir Ditjen pajak telah berubah. Jadi, mereka memang bekerja untuk negara.
Demi patuh pada hukum, saya pun mencairkan tabungan dan menunda pembangunan gedung PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang rencananya dibangun istri saya lima tahun lalu. Sebagai bintang iklan dan pakar, sewaktu mempunyai program televisi awal tahun 2000-an, nama saya jauh melebihi penghasilan. Sedangkan biaya yang bersifat personal tak bisa untuk mengurangi penghasilan terkena pajak.
Namun, terlepas dari segala kepahitan itu, ada satu hal yang harus kita pegang bersama: korupsi harus berhenti hari ini juga. Kalau kita mau bersama-sama menolak pemerasan, maka berhentilah ia seketika. Namun, begitu dilayani, ia akan terus merangsek kehidupan ini, menyedot hak-hak kaum miskin dan lemah dan membuat kita bodoh.
Seperti kata Gandhi, ”Pertama-tama mereka tak mempercayai Anda, lalu menertawakannya, setelah itu menyerang Anda. Tetapi Anda akan tertawa kemudian.”