Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelar Pahlawan Soeharto Hina Akal Sehat

Kompas.com - 17/10/2010, 16:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden kedua RI, (alm) HM Soeharto, mendapat kritik. Soeharto dinilai tak pantas dijadikan pahlawan nasional mengingat segala pelanggaran hak asasi manusia dan kasus korupsi selama 32 tahun masa kepemimpinan beliau.

"Gelar itu menghina akal sehat dan hati nurani," lontar Fadjroel Rachman, Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan, ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (17/10/2010), saat dimintai tanggapan mengenai masuknya nama Soeharto dalam daftar nama yang lolos syarat administrasi. Nama-nama itu akan diusulkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendapat gelar pahlawan nasional.

Fadjroel mengatakan, Soeharto tak layak menjadi pahlawan nasional lantaran keberadaan penetapan terhadap Soeharto sebagai koruptor nomor satu dunia berdasarkan program Global Stolen Asset Recovery Initiative di Markas Besar PBB, New York, pada 17 September 2005. Saat itu, kata dia, Soeharto menduduki nomor satu pemimpin terkorup di dunia dengan harta senilai 15 miliar dollar AS-35 miliar dollar AS. Yang berada di urutan kedua adalah Ferdinand E Marcos (Filipina) dan terakhir Josep Estrada (Filipina).

"Marcos sepertiga hartanya sempat diambil oleh pemerintah. Kalau Soeharto sekarang tidak. Bisa dibayangkan, koruptor nomor satu dunia ditetapkan oleh program PBB lalu dijadikan pahlawan nasional. Itu betul-betul menghina akal sehat," lanjut Fadjroel.

Selain itu, lanjut dia, Soeharto terlibat pelanggaran HAM dalam berbagai kasus selama kepemimpinannya. "Dari tahun 1965 sampai kasus Trisakti, terjadi pelanggaran HAM berat secara sistematis dan terencana. Penopang Orde Baru adalah kasus korupsi dan kejahatan HAM. Di dua titik itu Soeharto bertanggung jawab. Karena itu, ia tidak pantas jadi pahlawan nasional," Fadjroel menegaskan.

Ia juga mempertanyakan tim yang menggodok nama-nama calon di Kementerian Sosial. "Siapa 11 orang yang menyetujui (Soeharto) dan siapa dua orang yang menolak? Kita tidak tahu sampai sekarang. Yang kita tahu adalah Salim Assegaf (Menteri Sosial) orang PKS, yang kita tahu yang paling ngotot jadikan Soeharto pahlawan PKS," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com