JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya tidak mengundang calon Kapolri ke Gedung DPR karena pengangkatan Kapolri nantinya cenderung dianggap sebagai bagian dari politik transaksional.
"Kami mengecam langkah parlemen mengundang Timur yang seharusnya tak mereka lakukan. Posisi Kapolri kini tidak menjadi sesuatu yang mandiri, melainkan politis," kata Direktur Program Imparsial, Al Araf, di Jakarta, Jumat (8/10/2010).
Akibatnya, lanjut Al Araf, akan menunjukkan parlemen tak lagi berperan sebagai lembaga kontrol. "Dalam sistem demokrasi, parlemen tidak boleh jadi cap stempel. Kontrol pemerintah jadi tanggung jawab dewan, bukannya malah permisif," katanya.
Menurut Al Araf, parlemen harus bersikap obyektif dan rasional. Pelaksanaan fit and proper test pun jadi penting untuk melihat visi dan integritasnya dalam penegakan hukum dan HAM, profesionalitas, independensi, dan kemandirian.
Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indrati, mendesak anggota DPR agar memakai kewenangannya untuk menolak calon Kapolri, Komjen Timur Pradopo, sesuai amanat Pasal 11 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Dalam pasal itu, disebutkan bahwa DPR berwenang untuk menolak calon Kapolri yang diajukan oleh Presiden dalam jangka waktu 20 hari sejak Presiden menyerahkan nama calonnya ke DPR.
Hingga saat ini, belum diketahui waktu yang pasti DPR akan memanggil Komjen Timur Pradopo sebagai calon tunggal pemegang pucuk kepemimpinan tertinggi di tubuh Polri yang diusulkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.