JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Human Rights Working Group (HRWG) menyampaikan, meskipun Pengadilan Negeri Belanda menolak gugatan Republik Maluku Selatan (RMS) yang menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditangkap atas pelanggaran HAM, kewajiban pemerintah untuk menghukum pelaku pelanggaran HAM tidak gugur bersamaan penolakan gugatan tersebut.
Wakil Direktur HRWG, Choirul Anam dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Rabu (6/10/2010) mengatakan, penolakan terhadap gugatan RMS oleh pengadilan negeri Belanda tersebut tidak berimplikasi dalam konteks hukum. Itu hanya memiliki makna diplomasi.
"Itu tidak menggugurkan kewajiban pemerintah melakukan penindakan, penghukuman terhadap mereka yang melakukan penyiksaan," katanya.
Meskipun ditolak, kata Choirul, dalam pengadilan HAM, bisa saja RMS mengajukan kembali gugatan terhadap Presiden. Karena penolakan gugatan bukan berarti membuktikan bahwa Presiden terbukti tidak bersalah atau bertanggung jawab. "Karena itu dibatalkan ya, bukan tidak terbukti. Kalau dibatalkan itu soal prosedur, bisa diajukan kembali," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Kontras Haris Azhar menyampaikan bahwa gugatan RMS terhadap Presiden tersebut merupakan dampak negatif dari rangkaian pembiaran praktek kekerasan oleh pemerintah. "Gugatan hukum yang ada di Belanda merupakan salah satu akibat negatif dari rangkaian pembiaran praktek kekerasan oleh pemerintah atau yang biasa disebut impunitas," papar dia.
Oleh karena itu Kontras dan HRWG menyarankan kepada Presiden agar segera merespon gugatan tersebut dengan terlebih dahulu menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM, penyiksaan aktivis RMS di Maluku. "Investigasi nasional ini dapat dilakukan oleh Komnas HAM atau kepolisian," kata Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.