Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diam-diam, Malaysia Tangkapi Nelayan

Kompas.com - 02/09/2010, 16:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Dalam setahun, ada minimal 100 nelayan Indonesia yang ditangkap kepolisian Malaysia karena dianggap masuk ke dalam wilayah Malaysia. Tidak hanya ditangkap, para nelayan ini bahkan banyak yang diadili tanpa ada perlindungan kuat dari pemerintah.

"Data kita kemungkinan paling sedikit ada 100 nelayan Indonesia yang ditangkap Malaysia. Padahal menurut pernyataan nelayan, mereka cari ikan masih di wilayah kita," ujar Sekjen KNTI, Riza Damanik, Kamis (2/9/2010), di Jakarta.

Ia mengungkapkan kebanyakan kasus penangkapan tersebut tidak diberitahukan ke pihak KBRI ataupun kepada keluarga. Sebagai contoh, Riza berujar, kasus penangkapan enam orang nelayan asal Langkat, Sumatera Utara, pada Juli 2010.

"Ini yang banyak tidak diketahui. Keluarga melapor kepada kami setelah 20 hari nelayan tersebut tidak ada kabar dan mendapati info justru dari TKI yang bekerja di Malaysia," ungkap Riza.

Keenam nelayan tersebut kini tengah diproses hukum di Malaysia. Riza mengungkapkan selama ini ada sekitar 50 nelayan asal Langkat yang tiap tahunnya ditangkap Malaysia. Sikap Malaysia ini dinilai Riza sebagai trik negeri tersebut untuk menegaskan kekuasannya di wilayah kedaulatan Indonesia.

"Kenapa mereka tidak mudah melepaskan nelayan kita? Ini karena mereka menunggu sampai ada proses hukum dan putusan dulu baru dilepaskan. Putusan inilah yang kemudian dijadikan bukti bahwa perangkat hukum Malaysia bekerja di wilayah Indonesia," ujarnya kepada Kompas.com.

Apa yang dilakukan Malaysia tersebut, serupa dengan apa yang terjadi pada kasus Sipadan dan Ligitan. "Untuk mendapatkan pulau tersebut, Malaysia hanya memungut pajak. Mereka mengumpulkan bukti untuk menegaskan kekuasaan hukum Malaysia lah yang bekerja di tempat itu. Ini yang dikhawatirkan ke depannya, Malaysia berbuat yang sama seperti kasus Sipadan dan Ligitan," tandas Riza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    Nasional
    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    Nasional
    Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Nasional
    Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

    Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

    Nasional
    Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

    Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

    Nasional
    Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

    Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

    Nasional
    Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

    Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

    Nasional
    PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

    PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

    Nasional
    Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

    Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

    Nasional
    Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

    Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

    Nasional
    Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

    Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

    Nasional
    Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

    Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

    Nasional
    Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

    Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com