Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CDR Bisa Buktikan Kriminalisasi KPK

Kompas.com - 20/08/2010, 13:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak adanya call data record (CDR) atau rekaman lalu lintas hubungan komunikasi antara Direktur Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ade Rahardja dengan Ary Muladi bisa membuktikan bahwa dugaan suap yang disangkakan kepada dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah, adalah upaya kriminalisasi terhadap KPK.

"CDR bisa membuktikan kriminalisasi itu terjadi. Saya sejak awal sudah mengatakan, ada upaya kriminalisasi," kata pengacara Bibit-Chandra, Bambang Widjojanto, yang dihubungi Jumat (20/8/2010). 

Bambang mempertanyakan pernyataan polisi sebelumnya yang menyebutkan bahwa CDR adalah bukti kuat terjadinya komunikasi antara Ade dan Ary. KPK sudah melakukan pengecekan atas nomor yang dicatat dalam CDR. Nomor yang tertera diketahui bukan nomor telepon Ade.

Ia juga mengatakan dalam berkas perkara kliennya, CDR tidak dicantumkan sebagai salah satu alat bukti. "Kalau katanya bukti kuat, seharusnya ada di BAP dong. Kenyataannya, CDR tidak ada dalam BAP Bibit-Chandra. Agak aneh kalau bukti yang paling kuat tidak disertakan ke BAP," kata Bambang.

Ia mengatakan, bukti permulaan adalah awal yang kuat seyogianya digunakan aparat penegak hukum dalam menjerat seseorang. Oleh karena itu, misteri ada tidaknya CDR itu menjadi pertanyaan. "Apakah betul ada bukti permulaan untuk menempatkan Bibit dan Chandra sebagai tersangka. Kalau enggak ada bukti permulaan, berarti tidak ada kasusnya. Kalau tidak ada kasusnya, berarti dugaan selama ini kemungkinan benar," papar calon pimpinan KPK ini.

Dugaan yang dimaksud Bambang adalah sinyalemen bahwa perkara yang dijeratkan kepada Bibit-Chandra hanya upaya untuk mengkriminalisasi pimpinan KPK.

Terkait pernyataan polisi bahwa CDR yang dimaksud tidak ada, Bambang menilai Polri telah menghina parlemen karena Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pernah mengatakan memiliki bukti kuat terjadi hubungan komunikasi antara Ade dan Ary dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.

"Selain itu, contempt of the court (penghinaan terhadap pengadilan), karena sudah membawa kasus ke pengadilan, tapi tidak bisa dibuktikan. Ini bagian dari tindak pidana. Kalau bagian dari tindak pidana dan siapa pun harus bertanggung jawab," ujarnya.

Seperti diberitakan, Kapolri dalam beberapa kesempatan selalu mengatakan bahwa polisi memiliki bukti kuat yang menunjukkan adanya dugaan suap kepada dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.

Awalnya, dikatakan ada rekaman percakapan antara Ade Raharja dan orang yang disebut sebagai perantara pemberi suap, Ary Muladi. Pernyataan ini diralat bahwa yang dimiliki polisi adalah call data record (CDR). Belakangan, polisi kembali meralat bahwa CDR yang dikantongi polisi bukan percakapan antara Ade dan Ary.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com