Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima Besar Tidak Pernah Sakit

Kompas.com - 17/08/2010, 08:34 WIB

KOMPAS.com - Indonesia baru saja merdeka, Belanda ingkar janji. Suara bom pesawat Belanda mengagetkan Panglima Besar Jenderal Sudirman yang dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih. Anak buahnya mencoba menenangkan Sudirman, "Itu hanya anak-anak yang sedang latihan perang."

Sudirman baru saja kehilangan satu paru-parunya di meja operasi. Rasa sakit masih menyiksa. Akan tetapi, instingnya sebagai ahli taktik perang berkata, ada yang tidak beres. Sadar negara dalam keadaan genting, Sudirman menemui Presiden Soekarno di Istana Gedung Agung, Yogyakarta.

Di hadapan Soekarno, Sudirman minta izin memulai gerilya untuk menghancurkan mental Belanda. Kala itu, Soekarno melarang, "Kang Mas sedang sakit, lebih baik tinggal di kota". Sudirman menyahut, "Yang sakit Sudirman, Panglima Besar tidak pernah sakit."

Jawaban Sudirman sebelum memulai perang gerilya itu kini dituliskan pada mural berlatar belakang bendera Merah Putih di Museum Pusat TNI Angkatan Darat Dharma Wiratama. Menurut Kepala Seksi Pemandu dan Pameran Museum Mayor Riko Sahani, bangunan museum ini dulunya merupakan markas besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) saat perang kemerdekaan.

Keterbatasan fisik tak menyurutkan niat Sudirman memimpin perang gerilya. Bertolak dari rumah dinasnya di kawasan Bintaran yang kini jadi Museum Panglima Besar Jenderal Sudirman, satu kompi pasukan (80 tentara) dibawa. Demi keamanan, keluarganya dititipkan di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Lahir

Sesaat setelah merdeka, Indonesia yang baru lahir mendapat cobaan bertubi-tubi. Pemberontakan pecah di mana-mana, tentara sekutu yang diboncengi Belanda kembali menancapkan kuku penjajahannya. Di tengah kekacauan itulah, rantai komando perang lahir dari Yogyakarta.

Berawal dari inisiatif Letnan Jenderal Urip Sumoharjo yang melontarkan keprihatinan "alangkah lucunya negara tanpa tentara" maka dibentuk TKR yang menjadi cikal bakal lahirnya Tentara Nasional Indonesia. Melalui konferensi besar TKR pada 12 November 1945, untuk pertama kalinya, Indonesia memiliki pucuk pimpinan tertinggi angkatan perang.

Setelah mengusir tentara sekutu di Ambarawa pada Oktober 1945, Kolonel Sudirman dilantik menjadi Pimpinan Tertinggi TKR, sedangkan Urip Sumoharjo menjadi Kepala Staf Umum yang meletakkan dasar organisasi TNI. Pelantikan dilaksanakan pada 18 Desember 1945.

Dari markas besar TKR di Yogyakarta, terpancar kesatuan komando ke seluruh Tanah Air dalam mempertahankan kemerdekaan yang mulai terancam tentara Belanda maupun pemberontakan dari dalam negeri. Perang di bawah rantai komando Sudirman, antara lain, adalah perang atau palagan di Bandung yang dikenal sebagai Bandung Lautan Api. Bandung dibumihanguskan saat melawan sekutu dan Belanda November 1945-24 Maret 1946.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Nasional
    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Nasional
    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Nasional
    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Nasional
    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Nasional
    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    Nasional
    Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

    Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

    Nasional
    Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

    Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

    Nasional
    Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

    Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

    Nasional
    Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

    Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

    Nasional
    Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

    Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

    Nasional
    Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

    Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

    Nasional
    Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

    Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

    Nasional
    Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

    Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com