Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban dan Ruang Melawan Lupa

Kompas.com - 12/05/2010, 09:27 WIB

Sekjen Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Robertus Robert dalam tulisannya berjudul "Merehabilitasi Konsep Politik" mengungkapkan, otoritarianisme itu seperti jahitan membutakan di pelupuk mata. Dan, demokrasi adalah momentum terbebasnya penglihatan sehingga dengan itu kita mampu menatap dunia.

Namun, pada saat bersamaan, di hadapan kita pun dihamparkan begitu banyak persoalan. Masyarakat Indonesia memasuki ruang baru dalam sejarahnya menjadi negara-bangsa.

Hanya saja, setelah 12 tahun ruang baru itu justru makin dipenuhi aneka persoalan yang tidak kunjung selesai. Bahkan, Indonesia dihadapkan pada terancamnya identitas kebangsaan, ancaman pada pelupaan terhadap persoalan masa lalu, serta terabaikannya pemenuhan keadilan bagi para korban.

"Kami membutuhkan tindakan konkret dari pemerintah, tidak sekadar basa-basi," kata Sumarsih, keluarga korban kasus Semanggi I.

Jika saat ini atmosfer penegakan hukum di Indonesia tengah gencar ditingkatkan tensinya, ia berharap pemerintah pun memberikan perhatian serius terhadap korban dan keluarga korban seperti peristiwa Mei 1998, Semanggi I, dan penghilangan paksa para aktivis.

Senada dengan itu, pendamping korban dari Kontras, Yati Andriani, mendesak pemerintah agar mengambil langkah aktif. Ia juga mendesak Kejaksaan Agung menuntaskan kasus-kasus itu. "Kami juga meminta kepada pemerintah agar menjelaskan dengan terbuka di mana para aktivis yang diculik," kata Yati.

Setidaknya korban membutuhkan ketegasan pemerintah terhadap upaya penegakan hukum dan keadilan, apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berjanji kepada perwakilan korban untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

Namun, terlepas dari itu semua, ketika 12 tahun peristiwa Mei telah berlalu dalam awan sejarah, teriakan para korban masih terus berseru. Mutiara Andalas, mahasiswa program doktoral pada Jesuit School of Theology Berkeley, California, Amerika Serikat, mengemukakan, perjuangan korban sesungguhnya adalah upaya memperjuangkan kemanusiaan. "Mereka memperjuangkan kemanusiaan kita semua," tuturnya.

Mereka tak ubahnya pisau yang melepas ikatan yang membutakan mata. Seolah menjadi suluh bagi lahirnya demokrasi. Akankah semua diabaikan dalam lupa? (Josie Susilo Hardianto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com