Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepak "Garuda" Menerobos China

Kompas.com - 22/04/2010, 04:56 WIB

CEO Garudafood Sudhamek AWS pun angkat bicara. Potensi pasar China luar biasa. Kesenjangan sosial diatasi Pemerintah China dengan cara melakukan reformasi pertanahan, subsidi bagi warga desa (sebesar 55 persen dari penduduk China masih berada di pedesaan), dan pemberian insentif besar-besaran sehingga kesejahteraan rakyat meningkat dan industri dalam negeri berkembang pesat.

Melihat potensi itu, Garudafood masuk untuk berinvestasi dengan cara mengakuisisi salah satu perusahaan, tepatnya di Xiamen, China. Kantor pemasaran ini dibuka untuk membidik pasar China dan sebagai basis untuk ekspor ke negara lain.

”Tetapi, kita juga perlu belajar smart protection dari China. Produk Garudafood tak bisa serta-merta masuk ke gerai-gerai kecil, seperti toko di sekolah,” kata Sudhamek.

Meski insentif sudah tidak banyak lagi, China tetap menarik bagi investor. Pengusaha melihat potensi pasarnya. Biskuit, misalnya. Total pasar di Indonesia mencapai Rp 12 triliun, sementara pasar China bisa mencapai Rp 80 triliun.

”Persoalan cita rasa makanan juga sangat menentukan untuk bisa diterima konsumen China,” ujar Sudhamek.

Sekitar 50 persen konsumsi semen dunia berada di China. Begitu pula baja 30 persen serta kapal pesiar dan jet pribadi 12 persen. Di China kini bermunculan orang-orang black color, pengusaha yang kerap berpakaian serba hitam, termasuk kartu kreditnya. Pekerjaannya tidak jelas, tetapi mereka jagoan melobi bisnis.

Ketua Asosiasi Peternak dan Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Bidang Perdagangan Boedi Mranata mengaku sulit memasuki pasar China. Produk sarang burung Indonesia masih dituding membawa virus flu burung (avian influenza). Padahal, potensi sarang burung Indonesia sebanyak 80 persen dipasok untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia, antara lain China, Hongkong, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan Jepang.

”Pedagang eceran di China sih secara terang-terangan bilang sarang burung Indonesia sangat bagus dan banyak dicari konsumen,” kata Budi.

Larangan produk sarang burung Indonesia memasuki pasar China dilakukan oleh satu pintu, yaitu Department of Supervisions on Animal and Plant Quaratine of General Administration of Quality Supervision Inspection and Quarantine.

Apabila virus H5N1 dijadikan alasan, Budi secara tegas membantah. Pola hidup burung walet sangat jarang berelasi dengan unggas lain. Kemudian, sarang burung dihasilkan dari air liur walet dan prosesnya pun dikeringkan terlebih dahulu. Begitu pula sarang burung itu diproses dengan cara dimasak sehingga virus dipastikan mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com