JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Hendarman Supandji berpendapat, remunerasi tinggi bukan satu-satunya jalan untuk melakukan reformasi birokrasi dan peningkatan kinerja para abdi negara.
Apa yang terjadi di Ditjen Pajak, dengan kasus pegawainya, Gayus Halomoan Tambunan, menjadi bukti, remunerasi tinggi tak serta-merta mengikis perilaku koruptif. Karena itu, Hendarman mengungkapkan, Kejaksaan Agung tak akan menerapkan kebijakan remunerasi yang berlaku di Ditjen Pajak.
Di Ditjen Pajak, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan, remunerasi ditetapkan flat untuk masing-masing tingkatan sesuai dengan jabatannya. "Remunerasi bukan satu-satunya bagian dari reformasi birokrasi. Kalau di (Ditjen) Pajak kan, remunerasi karena jabatan, dapat sekian juta. Kalau di kejaksaan, sesuai dengan beban kerja," ungkapnya di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (31/3/2010).
Besaran remunerasi, menurut dia, akan diberikan sesuai dengan kinerja. "Kalau kinerjanya bagus, remunerasi tinggi. Kalau kinerjanya jelek, ya dapat sedikit atau mungkin tidak dapat. Kami tidak akan menerapkan sesuai jabatannya," ujar Hendarman.
Mekanisme penetapan remunerasi di lingkungan kejaksaan saat ini tengah dalam proses perancangan. Hendarman menambahkan, sebagai panglima di kejaksaan, dirinya tengah melakukan upaya perbaikan moral para anak buahnya dan perampingan di tubuh kejaksaan.
"Mengubah moral bukan hal gampang, kita harus mengubah pola kerja, kinerja. Tapi, kita juga mengubah struktur, kaya fungsi miskin struktur," katanya. Untuk itu, Kejaksaan Agung sudah mulai mengurangi jumlah personelnya di beberapa posisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.